Translate

Kamis, 16 April 2015

masa depan di tangan para remaja

“MASA DEPAN DI TANGAN PARA REMAJA”
Oleh: Zuhudil Ashar
            Awal mulanya manusia berasal dari berjuta-juta sperma yang berjuang tapi hanya satu sperma yang dapat bertahan. dari satu sperma itu manusia dilahirkan kedunia tapi tidak segampang itu, sperma tersebut harus menunggu selama berbulan-bulan sehingga dia bisa berubah menjadi janin. Dari janin yang jenis kelaminnya masih samar-samar untuk di tentukan oleh manusia yang wujud manusianya belum sempurna dari manusia dewasa lainnya mereka bertahan hidup dari makanan yang dimakan oleh sang ibu, mereka meminum apa yang diminum oleh sang ibu, tapi apakah dia siap menuruti kemauan yang di inginkan oleh ibunya atau kedua orang tuanya yang telah merawatnya.
            Selama 9 bulan janin itu di kandung oleh ibunya  dan setelah lahir kedunia mereka berwajah lucu, imut, dan masih polos bagaikan kertas putih yang belum tersentuh oleh tinta. Dia dimanjakan oleh mainan yang di beli dari uang hasil keringat ayahnya. Tapi ketika dewasa dia tidak lagi mau mendengar perkataan orang tuanya.
            Setelah dewasa dan memasuki masa remaja (pubertas) yaitu masa dimana rasa ingin tahu tentang kehidupan remaja yang penuh dengan warna-warni kehidupan. Dan di masa ini mereka telah memiliki teman untuk berbagi rasa baik suka maupun duka baik itu sahabat, pacar dll. Di masa produktif  ini dia telah mampu menghasilkan uang sendiri walaupun dia masih tergantung sama orang tua.
            Ada banyak permasalahan atau pengaruh buruk bagi remaja yang dihadapi oleh remaja masa kini contohnya adalah:
· mencoba obat-obatan terlarang
· membaca buku-buku porno
· menonton film / vidio / VCD porno
· mencoba minuman beralkohol
· mencuri
· menentang orang tua
· merokok, dll

            Bukan hanya di kota-kota besar banyak terjadi permasalah seperti ini tapi di desa-desa terpencil pun sering terjadi penyimpangan yang di lakukan oleh remaja-remaja sekitar seperti merokok, mencoba obat-obat terlarang walaupun hanya mencoba tapi akhir-akhirnya pun ketagihan, mencuri, menentang orang tua, minum minuman keras dan masih banyak lagi  penyimpang yang dilakukan oleh para remaja masa kini.
            Seperti halnya di sekolah kami yang masih banyak di temukan permasalahan-permasalah yang di hadapi oleh remaja masa kini seperti halnya merokok, mencuri dll.
            Dari permasalahan-permasalahan diatas kami para remaja memberikan solusi agar terhindar dari permasalahan-permasalahan tersebut yaitu:
·                Jagalah dirimu sendiri dengan penuh tanggung jawab untuk masa depanmu
·                Jangan rusak kepercayaan orang tua terhadap dirimu
·                Berani menyatakan “tidak” terhadap ajakan teman yang akan merugikan dirimu
·                Hindari perbuatan-perbuatan yang beresiko untuk kehidupan masa depan
·                Pilihlah teman yang berahlak baik
·                Gunakan masa remajamu untuk hal-hal yang bermanfaat
·                Jagalah kondisi jasmani dan rohani, dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi, berolah raga dan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan dan kegiatan sosial.

Itulah tadi solusi yang dapat saya sampaikan mudah-mudahan solusi tersebut bermanfaat bagi kita semua khususnya remaja masa kini agar terhindar dari permasalahan permasalahan yang dapat terjadi kapan saja................ J J J




~TERIMA KASIH~

Sabtu, 14 Maret 2015

Teori - teori perilaku menyimpang - Zuhudil Ashar

selanjutnya gw akan mengposting tentang "Teori perilaku menyimpang"...langsung saja beberapa teori perilaku menyimpang.......


 
BERDASARKAN PERSPEKTIF SOSIOLOGIS


Teori Labeling
Teori ini dikemukakan oleh Edwin M.Lemert, menurutnya seseorang berperilaku menyimpang karena proses labeling
yang diberikan masyarakat kepadanya.
Labeling adalah pemberian julukan, cap, etiket, ataupun kepada seseorang. Pada awalnya seseorang melakukan “penyimpangan primer” karena itu sang pelaku penyimpangan mendapatkan cap (labeling) dari masyarakat. Karena adanya label tersebut, maka sang pelaku mengidentifikasikan dirinya sebagai penyimpang dan mengulangi lagi penyimpangan itupun menjadi suatu kebiasaan atau gaya hidup bagi pelakunya.

Teori Sosialisasi
Teori Sosialisasi menyatakan bahwa seseorang biasanya menghayati nilai-nilai dan norma-norma dari bebrapa orang yang dekat dan cocok dengan dirinya. Jadi, bagaimanakah seseorang menghayati nilai-nilai dan norma-norma sosial sehingga dirinya dapat melahirkan perilaku menyimpang. Ada dua penjelasan yang dapat di kemukakan. Pertama, Kebudayaan khusus yang menyimpang, yaitu apabila sebagian besar teman seseorang melakukan perilaku menyimpang maka orang itu mungkin akan berperilaku menyimpang juga. Sebagai contoh, beberapa study di Amerika, menunjukkan bahwa di kampung-kampung yang berantakan dan tidak terorganisir secara baik, perilaku jahat merupakan pola perilaku yang normal (wajar).

Teori Pergaulan Berbeda ( Differential Association )
Teori ini diciptakan oleh Edwin H. Sutherland dan menurut teori ini penyimpangan bersumber dari pergaulan dengan sekelompok orang yang telah menyimpang. Penyimpangan didapatkan dari proses alih budaya (cultural transmission) dan dari proses tersebut seseorang mempelajari subkebudayaan penyimpangan (deviant subculture). Contoh teori pergaulan berbeda : perilaku tunasusila, peran sebagai tunasusila dipelajari oleh seseorang dengan belajar yaitu melakukan pergaulan yang intim dengan para penyimpang (tunasusila senior) dan kemudian ia melakukan percobaan dengan melakukan peran menyimpang tersebut.

Teori Anomie
Konsep anomie di kembangkangkan oleh seorang sosiolog dari Perancis, Emile Durkheim. Istilah Anomie dapat diartikan sebagai ketiadaan norma. Konsep tersebut dipakai untuk menggambarkan suatu masyarakat yang memiliki banyak norma dan nilai yang satu sama lain saling bertentangan. Suatu mayarakat yang anomis (tanpa norma) tidak mempunyai pedoman mantap yang dapat dipelajari dan di pegang oleh para anggota masyarakatnya. Selain Emile Durkheim ada tokoh lain yang mengemukakan tentang teori anomie yaitu Robert K. Merton, ia mengemukakan bahwa penyimpangan terjadi melalui struktur sosial. Menurut Merton struktur sosial dapat menghasilkan perilaku yang konformis (sesuai dengan norma) dan sekaligus perilaku yang dapat menyebabkan terjadinya penyimpangan. Merton berpendapat bahwa struktur sosial mengahasilkan tekanan kearah anomie dan perilaku menyimpang karena adanya ketidakharmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara yang dipakai untuk mencapai tujuan tersebut.

Menurut Merton ada lima tipe cara adaptasi individu untuk mencapai tujuan budaya dari yang wajar sampai menyimpang, yaitu sebagai berikut :


Konformitas (Conformity) Konformitas merupakan sikap menerima tujuan budaya dengan cara mengikuti tujuan dan cara yang ditentukan oleh masyarakat.
Contoh : seseorang yang ingin menjadi orang kaya berusaha untuk mewujudkannya dengan menempuh pendidikan tinggi dan bekerja keras.

Inovasi (Innovation) Inovasi merupakan sikap menerima secara kritis cara-cara pencapaian tujuan yang sesuai dengan nilai budaya sambil menempuh cara-cara batu yang belum biasa atau tidak umum dilakukan.
Contoh : seseorang yang ingin menjadi orang kaya, tetpai kedudukannya di tempat tidak memungkinkan memperoleh gaji besar, sehingga ia melakukan jalan pintas memperoleh rasa aman saja.

Ritualisme (Ritualism) Ritualisme merupakan sikap menerima cara-cara yang diperkenalkan secara cultural, namun menolak tujuan-tujuan kebudayaan, sehingga perbuatan ritualisme berpegang teguh pada kaida-kaidah yang berlaku namun mengorbankan nilai sosial budaya yang ada.
Contoh : seorang karyawan bekerja tidak untuk memperoleh kekayaan, tetapi hanya sekedar memperoleh rasa aman saja.
Pengasingan Diri (Retreatism) Pengasingan diri merupakan sikap menolak tujuan-tujuan ataupun cara-cara untuk mencapai tujuan yang telah menjadi bagian kehidupan masyarakat ataupun lingkungan sosialnya.
Contoh : para pemabuk dan pemakai narkoba yang seakan-akan berusaha melarikan diri dari masyarakat dan lingkungan.
Pemberontakan (Rebeliion) Pemberontakan merupakan sikap menolak sarana dan tujuan-tujuan yang disahkan oleh budaya masyarakat dan menggantikan dengan cara yang baru.
Contoh : kaum pemberontak yang memperjuangkan ideologinya melalui perlawanan bersenjata. Dari kelima tipe diatas, tipe cara adaptasi konformitaslah yang merupakan bentuk perilaku yang tidak menyimpang, sedangkan ke-empat tipe adaptasi lainnya termasuk dalam bentuk perilaku yang menyimpang.
Untuk memperjelas pemahaman anda mengenai tipe cara adaptasi individu menurut Merton, perhatikan table di bawah ini :
Tipe Cara Adaptasi Tujuan Budaya Cara-Cara yang Melembaga Konformitas Inovasi Ritualisme Pengasingan diri Pembenrontakan (+ + - - ± + - + - ±)
Keterangan : (+) : sikap menerima (-) : penolakan (±) : penolakan terhadap nilai-nilai yang berlaku dan upaya menggantinya dengan nilai-nilai baru.

BERDASARKAN PERSPEKTIF PSIKOLOGIS


Sedangkan berdasarkan Sudut Pandang Psikologi Seorang tokoh psikolog asal Australia yang terkenal dengan teori psikoanalisasinya bernama Sigmund Freud (1856-1939) menyatakan bahwa dalam diri manusia terdapat tiga bagian penting, yaitu berupa hal-hal sebagai berikut:
  • Id, adalah bagian dari yang bersifat tidak sadar, nalurilah, dan mudah terpengaruh oleh gerak hati.
  • Ego, adalah bagian diri yang bersifat sadar dan rasional yang berfungsi menjaga pintu kepribadian.
  • Supergo, adalah bagian dari diri yang telah mengabsorbsi (menyerap) nilai-nilai cultural yang berfungsi sebagai suara hati. Menurut Fried perilaku menyimpang dapat terjadi pada diri seseorang apabila id terlalu berlebihan sehingga tidak terkontrol dan muncul bersamaan dengan superegoyang tidak aktif, sementara dalam waktu yang bersamaan ego tidak berhasil memberikan perimbangan.

BERDASARKAN PERSPEKTIF BIOLOGIS


Berdasarkan Sudut Pandang Biologi Sheldon mengidentifikasikan tipe tubuh menjadi tiga tipe dasar,yaitu sebagai berikut :
Endomorph (bundar, halus, dan gemuk)
Mesomorph (berotot dan atletis)
Ectomorph (tipis dan kurus) Stiap tipe tubuh mempunyai kecenderungan sifat-sifat kepribadian.
Contohnya, penjahat pada umumnya bertipe mesomorph. Sedangkan Cesare Lombroso, seorang kriminologi dari Italia berpendapat bahwa orang jahat memiliki ciri-ciri ukuran rahang dan tulang pipi panjang, memiliki kelainan pada mata yang khas, tangan dan jari-jari relative besar, dan susunan gigi abnormal. Adapun tipe pelaku kriminal menurut Casare Lomboso adal sebagai berikut : “ Teori biologis mendapat banyak kritikan dan diragukam kebenarannya, sehingga para ilmuwan sosial beranggapan bahwa factor biologis merupakan factor yang secara relative tidak penting pengaruhnya terhadap penyimpangan perilaku”.

BERDASARKAN PERSPEKTIF KRIMINOLOGIS


Teori Konflik Berdasarkan teori ini terdapat dua macam konflik, yaitu sebagai berikut :
Konflik Budaya Dalam suatu masyarakat dapat terjadi konflik budaya etika dalam masyarakat tersebut terdapat sejumlah kebudayaan khusus dimana setiap kebudayaan khusus tersebut cenderung tertutup sehingga mengurangi kemungkinan adanya kesepakatan nilai. Sejumlah norma yang bersumber dari kebudayaan khusus yang berbeda saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya dan dapat menimbulkan kondisi anomie.

Konflik Kelas Sosial Konflik kelas sosial dapat terjadi di masyarakat ketika suatu kelompok membuat peraturan sendiri untuk melindungi kepentingan, sehingga terjadilah eksploitasi kelas atas terhadap kelas bawah. Orang-orang yang menentang hak-hak istimewa kelas atas dianggap berperilaku menyimpang dan di cap sebagai penjahat.

Teori Pengendalian Teori pengendalian beranggapan bahwa masyarakat sebenarnya mmiliki kesepakatan tentang nilai-nilai tertentu yang menjadi dasar suatu perilaku dapat dikatakan menyimpang atau tidak. Pengendalian itu mencangkup dua bentuk, yaitu pengendalian dari dalam dan pengendalian dari luar.
Pengendalian dari dalam berupa norma yang dihayati dan nilai yang dipelajari oleh seseorang melalui proses sosialisasi.
Contohnya, nilai-nilai dan norma sosial yang diperoleh dari lembaga keluarga, lembaga sekolah dan masyarakat yang mengharuskannya untuk menghormati sesame manusia. Pengendalian dari luar adalah imbalan sosial terhadap kepatuhan dan sanksi yang diberikan kepada setiap tindak penyimpangan atau pelanggaran nilai dan norma dominan. Misalnya, jika seseorang melanggar norma pergaulan sosial maka ia akan dijatuhi sanksi oleh masyarakatnya.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERILAKU MENYIMPANG


Perilaku menyimpang yang dilakukan oleh seseorang tidak terjadi begitu saja tanpa ada sebab-sebab yang menyertainya, karena perilaku menyimpang berkembang melalui suatu periode waktu-waktu tertentu sebagai hasil dari serangkaian tahapan interaksisosial dan adanya kesempatan untuk berperilaku menyimpang.

Adapun sebab atau faktor-faktor terjadinya perilaku menyimpang antara lain yaitu :
Hasil Sosialisasi yang Tidak Sempurna ( Ketidaksanggupan Menyerap Norma-Norma Kebudayaan) Apabila proses sosialisasi tidak sempurna, maka dapat melahirkan suatu perilaku menyimpang. Proses sosialisasi tidak sempurna terjadi karena nilai-nilai atau norma-norma yang dipelajari kurang dapat dipahami dalam proses sosialisasi yang dijalankan, sehingga seseorang tidak memprhitungkan resiko yang terjadi apabila ia melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang berlaku.
Contoh perilaku menyimpang akibat ketidaksempurnaan proses sosialisasi dalam keluarga, bahwa anak-anak yang melakukan kejahatan cenderung berasal dari keluarga yang retak/rusak, artinya ia mengalami ketiksempurnaan dalam proses sosialisasi dalm keluarganya.
Proses Belajar yang Menyimpang Proses belajar ini terjadi karena melalui interaksi sosial dengan orang lain terutama dengan orang-orang yang memiliki perilaku menyimpang dan sudah berpengalaman dalam hal menyimpang.

Ketegangan antara Kebudayaan dan Struktur Sosial Apabila peluang untuk mencari cara-cara dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak diberikan, maka muncul kemungkinan akan terjadinya perilaku menyimpang.
Contoh pada masyarakat feodal tuan tanah memiliki kekuasaan istimewa atas warga yang berstatus buruh tani atau penyewa sehingga tuan tanah dapat melakukan tindakan sewenang-wenang pada para buruh atau penyewa tanah yaitu dengan menurunkan upah ataupun kenaikan harga sewa. Apabila kesewenang-wenangan itu terjadi secara terus-menerus, maka dapat memicu terjadinya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh buruh dan penyewa tanah yaitu dengan melakukan kekerasan, perlawanan, penipuan, atau bahkan pembunuhan.
Ikatan Sosial yang Berlainan
 Hasil Sosialisasi dari Nilai-Nilai Subkebudayaan yang Menyimpang

AKIBAT PERILAKU MENYIMPANG


Seorang perilaku penyimpangan senantiasa berusaha mencari kawan yang sama untuk bergaul bersama, dengan tujuan supaya mendapatkan “teman”. Lama-kelamaan berkumpullah berbagai individu pelaku penyimpangan menjadi penyimpangan kelompok, akhirnya bermuara pada penentangan terhadap norma masyarakat. Dampak yang ditimbulkan selain terhadap individu juga terhadap kelompok atau masyarakat. Dampak apa saja yang ditimbulkan adanya tindak penyimpangan terhadap kelompok masyaraka. Antara lain yaitu:

Kriminalitas tindak kejahatan Tindak kekerasan seorang kadangkala hasil penularan seorang individu lain, sehingga tindak kejahatan akan muncul berkelompok dalam masyarakat.
Contoh : seorang residivis dalam penjara akan mendapatkan kawan sesama penjahat, sehingga sekeluarnya dari penjara akan membentuk “kelompok penjahat” , sehingga dalam masyarakat muncullah kriminalitas-kriminalitas baru.
b.    Terganggunya keseimbangan sosial Robert K. Merton mengemukakan teori yang menjelaskan bahwa perilaku menyimpang itu merupakan penyimpangan melaliu struktur sosial. Karena masyarakat merupakan struktur sosial, maka tindak penyimpangan pasti akan berdampak terhadap masyarakat yang akan mengganggu keseimbangan sosialnya.
Contoh : pemberontakan, pecandu obat bius, gelandangan, pemabuk, dsb.

Pudarnya nilai dan norma Karena pelaku penyimpangan tidak mendapatkan sanksi yang tegas dan jelas, maka muncullah sikap apatis pada pelaksanaan nilai-nilai dan norma masyarakat. Sehingga nilai dan norma menjadi pudar kewibawaannya untuk mengatur tata tertib dalam masyarakat. Juga karena pengaruh globalisasi di bidang informasi dan hiburan memudahkan masuknya pengaruh asing yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia mampu memudarkan nilai dan norma, karena tindak penyimpangan sebagai eksesnya.
Contoh : karena pengaruh film-film luar yang mempertontonkan tindak penyimpangan yang dianggap hal-hal yang wajar disana, akan mampu menimbulkan orang yang tidak percaya lagi pada nilai dan norma di Indonesia.

REVIEW MATA KULIAH SOSIOLOGI KRIMINALITAS

kisah motivasi hidup tentang - "cerita 4 buah lilin"


di bawah ini adalah kisah motivasi semangat hidup yang akan membuat para pembaca menghayati tentang bagaimana kehidupan jika tanpa harapan, intinya KITA BISA KEHILANGAN SEGALANYA TETAPI KITA TIDAK BOLEH KEHILANGAN HARAPAN, harapan yang akan membuat hidup kita menjadi lebih berwarna di masa yang akan datang. langsung saja baca kisah di bawah ini yaitu tentang "cerita 4 buah lilin"

“cerita 4 Buah Lilin”

                sedikit demi sedikit habis meleleh. Suasan begitu sunyi sehingga terdengarlah percakapan mereka. Yang pertama berkata, “aku adalah keindahan, namun manusia tak mampu menjagaku, maka lebih baik aku mematikan diriku saja!” demikianlah sedikit demi sedikit sang lilin padam.
                Yang kedua berkata, “aku adalah kasih sayang. Tapi, aku tak berguna lagi. Manusia tak mau mengenalku. Untuk itulah tak ada gunanya aku tetap menyala.” Begitu selesai bicara, tiupan angin memadamkannya.
                Dengan sedih, giliran lilin ketiga bicara, “aku adalah cinta. Tak mampu lagi aku untuk tetap menyala. Manusia tak lagi memandang dan menganggapku berguna. Merka saling membenci, bahkan membenci meraka yang mencintainya, membenci keluarganya.” Tanpa menunggu waktu lama matilah lilin ketiga.
                Tanpa teduga, seorang anak masuk ke dalam kamar dan melihat ketiga lilin telah padam. Karena takut akan kegelapan itu,ia berkata, “eh apa  yang terjadi? Kalian harus tetap menyala, aku takut akan kegelapan!” lau ia menangis tersedu  - sedu.
                Lau dengan terharu lilin keempat berkata, “jangan takut, janganlah menangis. Selama aku masih ada dan menyala, kita tetap dapat selalu menyalakan ketiga lilin lainnya. Akulah  H A R A P A N.
                Dengan mata bersinar, sang anak mengambil lilinharapan lalu menyalakan kembali ketiga lilin lainnya.
***
                Apa yang tidak pernah mati hanyalah H A R A P A N  Yang ada dalam hati kita dan masing – masing kita semoga dapat menjadi alat, seperti sang anak tersebut, yang dalam situasi apapun mampu menghidupkan kembali keindahan, kasih sayang, dan cinta dengan HARAPAN-nya.
                Harapanlah yang membuat orang untuk lebih baik lagi, di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Jadi, jangan padamkan semangat dan harapanmu untuk hidup yang lebih baik.



Sabtu, 07 Maret 2015

kisah motivasi hidup "Kala Cintamu Pergi"


      Hayyyyy sobat blogger kembali lagi nhiee gw mengposting di blog gw tentang kisah motivasi, gw mengpublikasikan artikel ini bukan tanpa alasan, ada alasan tersendiri browww. tapi alasannya tidak bisa gw caritakan, sorry yach browww.....langsung saja dhe baca artikel ini....pokoknya keren dheeeeee.... :-)

"KALA CINTAMU PERGI"

Pernahkah kamu merasakan bahwa kamu mencintai seseorang meski  kamu tahu ia tak lagi sendiri dan meski kamu tahu cintamu mungkin tak terbalas, tapi kamu tetap mencintainya?
                Pernahkah kamu merasakan bahwa kamu sanggup malakukan apa saja demi seseorang yang kamu cintai meski kamu tahu ia takkan pernah peduli ataupun ia peduli dan mengerti tapi ia tetap pergi?
                Pernahkah kamu merasakan hebatnya cinta, terenyum kala terluka, menangis kala bahagia, bersedih kala bersama, tertawa kala berpisah?
                Aku pernah!
                Aku pernah tersenyum meski terluka karena yakin Tuhan akan mejadikannya untukku.
                Aku pernah menangis kala bahagia karena takut kebahagiaan cinta ini akan sirna begitu saja.
                Aku pernah bersedih kala bersamanya karena takut aku kan kehilangan dia suatu saat nanti.
                Aku juga pernah tertawa saat berpisah dengannya karena sekalii lagi cinta tak harus memiliki dan Tuhan pasti telah menyiapkan cinta yang lain untukku.
                Aku tetap bisa mencintainya meski ia tak dapat kurengkuh dalam pelukanku karena memang cinta ada dalam jiwa dan bukan dalam raga.
                Semua orang pasti pernah merasakan cinta baik dari orang tua, sahabat, kekasih dan akhirnya pasangan hidupnya.
                Buat temanku yang sedang  jatuh cinta, selamat yah! Karena cinta itu sangat indah. Semoga kalian selalu bahagia!
                Buat temanku yang sedang terluka karena cinta, hidup itu bagaikan roda yang terus berputar. Satu saat akan berada di bawah dan hidup terasa begitu sulit, tetapi keadaan itu tidak untuk selamanya. Bersabarlah dan berdoalah karena cinta yang lain akan datang dan menghampirimu.
                Buat temanku yang tidak percaya akan cinta, buka hatimu. Jangan menutupi mata akan keindahan yang ada di dunia. Cinta akan membuat hidupmu bahagia.
                Buat temanku yang mendambakan cinta, bersabarlah karena cinta yang indah tidak terjadi dalam sekejap. Tuhan sedang mempersiapkan segala yang terbaik bagimu.
                Buat temanku yang  mempermainkan cinta, sesuatu yang begitu murni dan tulus bukanlah untuk dipermainkan. Cinta bukan suatu yang kehampaan.semoga kalian berhenti mempermainkan cinta dan mulai merasakan kebahagiaan yang seutuhnya.
                Jadi hargailah dan nikmatilah CINTA yang ada karena tidak ada sesuatu pun di dalam dunia ini yang mampu membuatmu lebih bahagia dari kebahagiaan yang di dapat dari sebuah CINTA.

“Zuhudil Ashar”

Sabtu, 14 Februari 2015

makalah tentang HADIST



buat yang punya tugas membuat makalah ni gw punya makalahx yaitu tentang HADIST





BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar belakang
Sudah  merupakan kesepakatan kaum muslimin bahwa al-Hadits merupakan sumber syariat islam kedua setelah al-Qur-an. Oleh karena itu mempelajari hadits-hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- merupakan kewajiban sebagaimana mempelajari al-Qur-an.Demi menyempurnakan pengkajian kita terhadap hadits-hadits Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan memudahkan dalam menelaah sunnah yang diwariskan oleh beliau, serta mampu memilah antara yang shahih dan yang dha’if dari hadits dan sunnah tersebut, maka dibutuhkan wasilah khusus yang bisa  merealisasikan hal tersebut, wasilah tersebut adalah ‘Ulumul Hadits.
‘Ulumul Hadits merupakan ilmu mulia, barang siapa yang mahir dalam disiplin ilmu ini, maka sungguh telah mendapatkan kebaikan yang besar, karena ilmu ini merupakan kunci pokok untuk mempelajari hadits-hadits Nabi, barangsiapa yang mempelajarinya maka akan banyak berinterakasi dengan sunnah-sunnah Rasulullah, sehingga sangat berpotensi untuk lebih mengenal sunnah beliau, bahkan tidak menutup kemungkinan akan terbangun sebuah kemampuan yang luar biasa, yaitu keahlian dalam memilah hadits shahih dan hadits dhaif. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas mengenai urgensi kajian ulumul hadits.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah berikut:
1.      Apa sajakah tujuan mempelajari ulumul hadits?
2.      Apa manfaat mempelajari ulumul hadits?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tujuan mempelajari ulumul hadits.
Ulumul hadist merupakan ilmu yang penting dalam mempelajari ilmu hadist.Ilmu ini merupakan hal yang penting untuk menjadi seorang ahli hadits yang mumpuni. Selain itu,  pentingnya mempelajari hadits disebabkan  juga oleh beberapa hal berikut ini:
1.    Hadits berfungsi untuk menjelaskan Al-Qur’an.
Alqur’an dan hadist sebagai sumber hukum dalam islam tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Al qur’an sebagai sumber hukum yang pertama dan utama hanya memuat dasar-dasar yang bersifat umum bagi syari;at islam, tanpa perincian secara detail. Kecuali yang sesuai dengan pokok-pokok yang bersifat  umum itu, yang tidak pernah berubah karena adanya perubahan zaman dan tidak pula berkembang karena keragaman pengetahuan dan lingkungan. Karena keadaan al qur’an yang demikian itu, maka hadist sebagai sumber hukum yang kedua setelah al qur’an , tampil sebagai penjelas (bayan) terhadap ayat-ayat  al qur’an yang masih bersifat global, menafsirkan yang masih mubham, menjelaskan yang masih mujmal, membatasi yang mutlak (muqayyad), mengkhususkan yang umum (‘am), dan menjelaskan hukum-hukum serta tujuan-tujuannya, demikian juga membawa hukum-hukum  yang secara eksplisit tidak dijelaskan oleh al qur’an. Hal ini sejalan dengan firman Allah yang artinya: “ Dan Kami turunkan kepadamu Al qur’an , agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” ( Q.S An Nahl : 44)
2.      Banyaknya hukum yang belum tercantum dalam Al-qur’an.
ü  Taqyid (pembatasan) terhadap kemutlakkan Al-qura’an.
Kata “tangan” dalam ayat “pencuri pria dan wanita hendaklah kamu potong tangan mereka” adalah muthlaq. Yang disebut tangan adalah sejak dari jari-jari sampai dengan pangkal tangan. Kemudian As sunnah membatasi potong tangan itu pada pergelangan, bukan pada siku-siku atau pangkal lengan.
3.      Potensi pemalsuan hadits sangat besar, sehingga perlu dijaga keotentikannya.
Pada zaman kekhalifahan Ali bin abi thalib munculahberbagai macam golongan. Setiap golongan dari mereka merasa menjadi yang paling benar. Mereka selalu ingin berusaha untuk tetap berpengaruh. Untuk meyakinkan semua itu mereka mencari dalil-dalil yang bisa menguatkan kelompok mereka, bahkan sampai membuat hadist-hadist palsu.
4.      Terdapat banyak hadits dla’if dan hadits palsu yang perlu dihindari supaya tidak dijadikan sebagai sumber hukum Islam.
Ilmu ini akan membentengi kaum muslimin dari rongrongan hadits-hadits lemah dan palsu yang banyak merebak di tengah umat, dan menjaga syariat yang murni ini dari maraknya kesyirikan dan bid’ah yang tumbuh dengan subur di tengah kaum muslimin disebabkan beredarnya hadits lemah dan palsu diantara mereka, serta akan menanamkan urgensi berpegangteguh dengan hadits-hadits Nabi yang shahih dalam membangun agama, baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlaq, maupun mu’amalah.Kemudian Imam Syafi’i juga berkata, “Demi umurku. Ilmu hadits ini termasuk tiang agama yang paling kokoh dan keyakinan yang paling teguh. Tidak digemari selain oleh orang-orang jujur lagi taqwa, dan tidak dibenci selain oleh orang-orang munafiq”.Al Hakim juga menandaskan, “Andaikata tidak banyak orang yang menghafal sanad hadits, niscaya menara Islam roboh dan niscaya para ahli bid’ah berkiprah membuat hadits palsu (maudhu’) dan memutarbalikkan sanad”.
5.      Adanya berbagai macam masalah mengenai hadist.
Dewasa ini mulai muncul masalah mengenai hadist,hal ini datang dan timbul dari periwayat hadist yang bernama Abu hurairah. Abu hurairah merupakan salah satu sahabat yang tergolong singkat kebersamaannya dengan Rasulullah SAW namun hadist yang diriwayatkan tergolong cukup  banyak. Sehingga hal ini dimanfaatkan oleh orang non muslim yang mempelajari is;am untuk melemahkan hadist.
B.     Manfaat mempelajari ulumul hadist.
Mempelajari ilmu hadits paling tidak akan mendapatkan tiga sasaran utama:
a.       agar seseorang memiliki dasar pengetahuan tentang suatu hadits yang bersandar kepada Nabi saw dan yang tidak memiliki sandaran.
b.      seseorang akan  mengetahui mana hadits dan mana yang bukan hadits.
c.       seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan dari sisi hukum apakah suatu hadits dapat diterima sebagai hujah (maqbul) ataukah tertolak (mardud) .
d.      Ilmu ini akan memberikan bekal bagi para penuntut ilmu syar’i  untuk mengkaji hadits-hadits Rasulullah –shallallahu wa sallam-, sebab semua cabang ilmu syar’i membutuhkan pengetahuan terkait disiplin ilmu ini, seorang ahli tafsir, seorang faqih, dan seorang ahli aqidah membutuhkan hadits-hadits shahih dalam beristidlal, dan kemampuan untuk memilah hadits shahih dan dha’if terbangun dengan ilmu ini.
e.       Membekali penuntut ilmu hadits -secara khusus- kunci pengetahuan terkait dasar-dasar periwayatan, syarat-syarat diterima dan ditolaknya hadits, mengenal para perawi terpercaya dan perawi yang ditolak riwayatnya dan lain sebagainya.
f.       Memberikan kemampuan untuk mengenal metodologi para ulama dalam menyaring hadits-hadits Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam-, dan memisahkannya  antara yang shahih dan yang dha’if.
g.      Mengetahui juhud (upaya) para ulama dalam menuntut ilmu ini dan mengajarkannya dari generasi ke generasi, dan merenungi pengorbanan mereka dalam menjaga kemurnian hadits-hadits Rasulullah, sehingga memompa semangat kita dalam menuntut ilmu syar’i, mengajarkan dan mendakwahkannya kepada generasi berikutnya.
h.      Mengenal kota-kota yang menjadi markaz ilmu hadits, dan negeri yang menjadi pusat rihlah dalam menuntut ilmu tersebut, seperti kota Mekah, kota Madinah, kota Khurasan, kota Baghdad, kota Bashrah, kota Mesir dan lain sebagainya.
i.        Mengenal para pakar hadits dari zaman ke zaman, sejak zaman sahabat sampai zaman ini, dan berupaya menelaah sirah (profil) mereka untuk memetik faedah dari manhaj (metodologi) mereka dalam menuntut ilmu, mengetahui adab mereka dalam menuntutnya, serta menilik upaya mereka dalam mengejawantahkan ilmu tersebut  dalam amal nyata
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan.
Dari makalah sederhana ini dapat penulis simpulkan bahwa, tujuan untuk mempelajari ulumul hadist adalah hadist berfungsi untuk menjelaskan Al-Qura’an, banyaknya hukum yang belum tercantum dalam Al-Qur’an, potensi tiap golongan dari mereka macam hadits sangat besar sehingga perlu dijaga keotentikkannya, terdapat banyak hadits dla’if dan hadist palsu yang perlu dihindari supaya tidak dijadikan sebagai sumber hukum Islam, adanya berbagi macam masalah mengenai hadist.
Sedangkan manfaat dari mempelajari ulumul hadist yaitu agar seseorang memiliki dasar pengetahuan tentang suatu hadits yang bersandar kepada Nabi saw dan yang tidak memiliki sandaran, seseorang akan  mengetahui mana hadits dan mana yang bukan hadits, seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan dari sisi hukum apakah suatu hadits dapat diterima sebagai hujah (maqbul) ataukah tertolak (mardud), Ilmu ini akan memberikan bekal bagi para penuntut ilmu syar’i  untuk mengkaji hadits-hadits Rasulullah –shallallahu wa sallam.
B.     Saran dan Kritik
Saran dan kritik sangat penulis harapkan demi perbaikan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya, dan pembaca sekalian pada umumnya. Amiin.





Cara Meneliti Hadits
BAB I
PENDAHULUAN
A.. Latar Belakang
Hadits Nabi adalah sumber ajaran Islam kedua. Dilihat dari periwayatannya, hadits berbeda dengan al-Qur’an. Untuk al-Qur’an, semua periwayatannya berlangsung secara mutawatir, sedangkan hadits, sebagian periwatannya berlangsung secara mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Hadits mengenal istilah shohih, hasan, bahkan ada mardud dan dhoif dan lainya. Namun, dalam al-Qur’an tidak mengenal hal semacam itu karena periwayatan al-Qur’an adalah mutawatir yang tidak mungkin diragukan isinya.
Tetapi dalam hadits kita harus cermat, siapa yang meriwayatkan, bagaimana isinya dan bagaimana kualitasnya, karena kualitas hadits akan berpengaruh pada hukum Islam.
Penelitian ini bukan bermaksud untuk meragukan keseluruhan hadits Nabi tetapi lebih kepada kehati-hatian (al-ihtiyath) dalam pengambilan dasar hukum. Inilah bukti bahwa kita benar-benar ingin mengikuti Nabi Muhammad dan menjalankan Islam sepenuhnya. Hal semacam itulah yang menyebabkan pengkajian hadits tidak hanya menyangkut kandungan dan aplikasinya saja, tetapi juga segi sanad, matan dan periwayatannya. Di sinilah Ulama’ hadits sangat berhati-hati dalam melakukan periwayatan. Sehingga segala sesuatu yang berkenaan dengan materi hadits menjadi sangat besar manfaatnya bagi penelitian kualitas hadits.

BAB II
 PEMBAHASAN
1. Pengertian Sanad dan Matan
Kata sanad menurut bahasa berarti sandaran; yang dapat dipegangi atau dipercayai; kaki bukit atau kaki gunung. Sedangkan menurut istilah adalah:
هو طريق المتن, اى سلسلة الرواة الذين نقلوا المتن عن مصدره الاول
“Sanad adalah jalan yang menyampaikan pada Matan, yaitu rangkaian para periwayat yang mengutip ma tan dari sumber pertamanya.”
Adapun pengertian dari Matan menurut bahasa adalah punggung jalan; atau tanah yang keras dan tinggi. Sedangkan menurut istilah adalah:
هو الفاظ الحديث التى تتقوم بها معانيه
“Matan adalah ungkapan-ungkapan hadits yang menunjukkan maksud hadits tersebut”
Selain istilah sanad dan matan seperti yang telah diuraikan di atas, perlu pula diketahui istilah Rawi. Yang dimaksud Rawi adalah “ orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa yang pernah didengar atau diterima dari seseorang (gurunya).
Perbuatan menyampaikan hadits tersebut dinamakan me-rawi (riwayat) kan hadits. Sebagai contoh dari sanad, matan dan rawi bisa dilihat pada contoh hadits berikut:
روى الامام البخارى قال: حدثنا محمد بن المثنى قال: حدثنا عبد الوهاب الثقفى قال: حدثنا ايوب, عن أبى قلابة, عن أنس عن النبى ص.م. قال: ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الايمان: ان يكون الله ورسوله أحب اليه مما سواهما, وان يحب المرء لايحبه الا الله, وان يكون ان يعود فى الكفر كما يكره ان يقذف فى النار
Dari hadits di atas, kita temukan bahwa hadits tersebut telah diriwayatkan oleh beberapa orang rawi, yakni:
1. Anas sebagai rawi pertama
2. Abi Qalabah sebagai rawi kedua
3. Ayyub sebagai rawi ketiga
4. Abdul wahhab Al-Tsaqafi sebagai rawi keempat
5. Muhammad ibn Al-Mutsanna sebagai rawi kelima
6. Imam Bukhari sebagai rawi terakhir (pentakhrij)
Adapun deretan kata-kata mulai dari :حدثنا محمد بن المثنى sampai dengan kalimat عن النبى ص.م. قال itulah yang dinamakan sanad
Untuk contoh hadits di atas, matan haditsnya adalah rangkaian kalimat mulai dari ثلاث من كن فيه sampai ان يقذف فى النار. Dalam penulisan ilmiah, seyogyanya, selain ditulis matan hadits dimaksud, juga ditulis nama rawi terakhir (pentakhrij) dan rawi pertamanya (sanad terakhir). Umpamanya untuk penulisan hadits di atas, setelah menulis matannya, kemudian ditulis kalimat: رواه البخارى عن أنس.
2. Pengertian Penelitian Sanad dan Matan
Penelitian sanad dan matan lebih dikenal dengan istilah kritik sanad dan matan. Penelitian ini bukan berarti tidak mempercayai semua hadits Nabi, akan tetapi hal seperti ini hanya tertuju pada hadits ahad bukan hadits mutawatir. Selain itu juga merupakan kehati-hatian kaum muslimin dalam menjaga hadits Nabi di samping berkeinginan untuk mengikuti sunnah Nabi dengan sebenar-benarnya.
Fakta sejarah telah menyatakan bahwa hadits Nabi hanya diriwayatkan dengan mengandalkan bahasa lisan/hafalan dari para perawarinya selama kurun waktu yang panjang, hal ini memungkinkan terjadi kesalahan, kealpaan dan bahkan penyimpangan. Berangkat dari peristiwa ini ada sebagian kaum muslimin yang bersedia mencari, mengumpulkan dan meneliti kualitas hadits, upaya tersebut dilakukan hanya untuk menyakinkan bahwa hal itu benar-benar dari Nabi.
Sehubungan dengan hal itu, mereka akhirnya menyusun kriteria-kriteria tertentu, sebagai langkah mereka mengadakan penelitian pada sanad. Bagian-bagian penting dari sanad yang diteliti adalah nama perawi dan lambang-lambang periwayatan hadits, misalnya; sami’tu, akhbarāni, ‘an dan annă. Menambahkan hal itu, menurut Bustamin, sanad harus mempunyai ketersambungan, yaitu perawi harus berkualitas siqah (‘adil dan dhabit); dan masing-masing perawi menggunakan kata penghubung adanya pertemuan, diantaranya; sami’tu, hadatsana, hadatsani, akhbarani, qala lana, dhakarani
Untuk meneliti sanad diperlukan pengetahuan tentang kehidupan, pekerjaan dan karakter pelbagai pribadi yang membentuk rangkaian yang bervariasi dalam mata rantai isnad yang berbeda-beda. Matan hadits yang sudah shahih belum tentu sanadnya shahih. Sebab, boleh jadi dalam sanad hadits tersebut terdapat masalah sanad, sepeti sanadnya tidak bersambung atau salah satu periwayatanya tidak siqat (‘adil dan dhabit)..
3. Latar belakang penelitian Sanad dan Matan
Sebenarnya metode yang mirip dengan sanad sudah tampak sebelum Islam lahir, akan tetapi metode tersebut masih tampak samar-samar. Sebagaimana dalam penukilan syair-syair jahiliyah, metode sanad sudah digunakan. Namun formulasi metode sanad ini baru tampak jelas dalam sistem periwayatan hadits saja. Pemakaian sanad dalam literatur hadits telah digunakan oleh sahabat sejak Nabi masih hidup. Mereka yang hadir dalam majelis pengajian Nabi memberitahukan sahabat lain yang tidak hadir tentang hal yang mereka dengar.
Ulama’ sangat besar perhatiannya terhadap sanad dan matan hadits. Hal ini terbukti dengan adanya tiga alasan. Pertama, pernyataan-pernyataan ulama’ yang menyatakan bahwa sanad merupakan bagian tak terpisahkan dari agama dan pengetahuan hadits. Kedua, banyaknya karya tulis ulama’ yang berkenaan dengan sanad hadits. Ketiga, dalam praktek, apabila mereka menghadapi suatu hadits, maka sanad hadits merupakan salah satu bagian yang mendapat perhatian khusus.
Pada dasarnya ada empat faktor yang mendorong ulama’ hadits mengadakan penelitian hadits yaitu dari segi sanad dan matan. Yaitu:
a)      Hadits sebagai salah satu sumber ajaran Islam
Dalam sejarah, hampir seluruh ulama dan umat Islam menyepakati hadits sebagai sumber ajaran Islam. Hanya ada sekelompok kecil pada masa klasik yang menolaknya, inilah yang disebut Inkar al-sunnah. Hal itu dikarenakan mereka kurang paham tentang pelbagai hal mengenai ilmu hadits. Namun, pada masanya juga Imam Syafi’i memberikan bantahan lewat argumen-argumennya dalam kitab al-Umm. Karenanya, Imam Syafi’i kemudian diberi julukan sebagai Nashir al-Sunnah (pembela Sunnah).
Semenjak abad ketiga, yaitu setelah Imam Syafi’i memberikan argumen-argumennya, sampai abad keempat belas hijriyah, tidak ada cacatan sejarah yang menunjukkan bahwa di kalangan umat Islam terdapat pemikiran penolakan Sunnah. Namun, baru pada abad keempat belas Hijriyah, pemikiran seperti itu muncul kembali, dan kali ini dengan bentuk yang berbeda dari Inkar al-Sunnah klasik dan lebih berbahaya. Inkar al-Sunnah Modern yang muncul di Cairo, Mesir itu disebabkan adanya pengaruh pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam, tokoh-tokohnya mengaku sebagai mujtahid dan pembaharu, dan meskipun kepada mereka telah diterangkan urgensi Sunnah dalam Islam, mereka tetap bertahan pada pendiriannya.
Namun, kiranya Allah berkehendak lain. Apabila Imam Syafi’i berhasil melumpuhkan Inkar al-Sunnah klasik, maka munculnya para pakar Hadits kontemporer seperti Prof. Dr. Musthafa al-Siba’i, Prof. Dr. M.M. A’zami dan lain-lain telah membikin argumentasi Inkar al-Sunnah modern hancur berkeping-keping. Sehingga hadits dapat dilestarikan sampai sekarang
b)   Hadits tidak seluruhnya tertulis pada zaman Nabi
Tidak ada perselisihan bahwa Al-Qur’an telah mendapat perhatian khusus dari Rasul sehingga membuatnya terpelihara dalam dada, tertera di lembaran-lembaran, pelepah korma, dll. Tetapi Sunnah tidaklah demikian, meskipun merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Sunnah tidak mendapat perhatian khusus dalam masalah kodifikasi. Mungkin penyebabnya adalah bahwa Rasul hidup bersama sahabat selama dua puluh tiga tahun, sehingga penulisan hadits adalah sulit dilakukan dari segi masalah lokasi. Selain itu juga dikhawatirkan silapnya sebagian sabda Nabi yang singkat dan padat dengan Al-Qur’an karena alpa dan tanpa sengaja. Dengan begitu, kita mengetahui rahasia dilarangnya menulis Sunnah yang terdapat dalam hadits Muslim “Janganlah kamu menulis dariku selain Al-Qur’an, maka barang siapa menulis sesuatu hendaklah ia menghapusnya.”
Meski begitu, sudah dipastikan bahwa sebagian sahabat memiliki lembaran-lembaran tertulis yang di dalamnya mencatat sebagian apa yang mereka dengar dari Nabi, meski hanya dikenal dengan istilah shahifah dan nuskhah. Namun, ada sementara sahabat yang sudah memberikan nama tertentu bagi karyanya, seperti Abdullah Amr ibn al-Ash (7 SH-65 H). Beliau memberikan nama al-Shadiqah.
Para Ulama’ berselisih pendapat bagaimana menggabungkan hadits nabi yang melarang penulisan hadits, sedangkan menurut sejarah tidak sedikit sahabat yang menulis dan menyimpannya. Ada yang berpendapat bahwa larangan itu terhapus (mansukh). Ada pula yang berpendapat bahwa larangan menulis hanya untuk mereka yang tidak aman dari membuat kesalahan dan mencampuradukkan antara sunnah dan al-Qur’an. Sedangkan Prof. Dr. Musthafa al-Siba’i, seorang tokoh hadits yang energik dari Damaskus, Syiria, berpendapat bahwa larangan yang dimaksud adalah penulisan secara resmi sebagaimana dicatatnya al-Qur’an. Sedangkan izin penulisan adalah kelonggaran mencatat sunnah dalam keadaan dan keperluan khusus, atau kelonggaran bagi sahabat yang menulis untuk dirinya sendiri.
c) Munculnya pemalsuan Hadits
Pada zaman Nabi, belum terdapat bukti yang kuat tentang telah terjadinya pemalsuan hadits. Menurut bukti yang ada, pemalsuan hadits mulai ada pada masa Khalifah Ali ibn Abi Thalib, walau begitu tidak menutup kemungkinan pemalsuan hadits sudah berlangsung pada masa sebelumnya.
Berdasarkan sejarah, pemalsuan hadits tidak hanya dilakukan oleh orang Islam saja tetapi juga oleh orang-orang non-Islam. Orang-orang non-Islam membuat hadits palsu karena ingin menghancurkan Islam dari dalam. Sementara orang-orang Islam tertentu membuat hadits palsu karena didorong beberapa tujuan. Seperti Kaum Syiah yang membuat hadits palsu tentang kemuliaan sahabat Ali. Kaum pendukung Muawiyah pun tidak mau kalah, mereka membuat hadits palsu untuk memuliakan pemimpinnya.
Dalam hal ini harus dinyatakan bahwa apapun latar belakang dan tujuan pemalsuan hadits, hal seperti itu tetaplah perbuatan tercela dan menyesatkan. Bahkan Nabi sendiri mengancam neraka bagi pemalsu sabda atas nama Nabi
d) Proses penghimpunan hadits
Pada zaman sahabat Nabi dan Tabi’in, khususnya sebelum Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz memerintahkan untuk menghimpun hadits, kegiatan penulisan hadits telah dilakukan banyak orang. Akan tetapi hanya untuk kepentingan sendiri karena masih berlangsung perbedaan pendapat tentang boleh tidaknya penulisan hadits.
Keinginan Khalifah Umar ibn Abdul Aziz (memerintah 99-101H) untuk menghimpun tersebut diwujudkan dalam bentuk surat perintah yang dikirim ke seluruh pejabat dan Ulama’ di pelbagai daerah pada Akhir tahun 100 H. sayang sekali sebelum selesai penghimpunan, Khalifah telah meninggal dunia. Meski demikian, kegiatan tersebut masih berjalan terus.
Sekitar pertengahan abad kedua Hijriyah, telah muncul pelbagai kitab himpunan hadits yang tidak hanya memuat matan saja tetapi juga sanad. Ada yang berkualitas shahih dan juga ada yang berkualitas tidak shahih. Ulama’ berikutnya kemudian menyusun kitab hadits yang khusus menghimpun hadits-hadits shahih.
Masih banyak kitab hadits yang disusun oleh ulama’ pada abad ke III H. tidak sedikit juga ulama’ sesudah abad III H yang menyusun hadits yang kebanyakan berupa ringkasan. Dengan demikian puncak penghimpunan hadits terjadi pada abad III H. Setelah itu, penghimpunan hadits hanya untuk melengkapi, menggabungkan dan sebagainya.
4. Tujuan Penelitian Hadits
Tujuan pokok penelitian hadits baik dari segi sanad maupun matan adalah untuk mengetahui kualitas hadits yang diteliti. Hadits yang kualitasnya tidak memenuhi syarat tidak dapat digunakan sebagai hujjah.
Pernyataan ulama’ tentang tidak perlunya penelitian lebih lanjut pada hadits mutawatir tidaklah berarti bahwa terhadap mutawatir tidak dilakukan penelitian. Penelitian hadits mutawatir tetap saja dilakukan, hanya saja tujuan penelitian bukanlah untuk mengetahui kualitas sanad dan matan, melainkan untuk mengetahui apakah benar hadits tersebut berstatus mutawatir.
Penelitian ulang terhadap hadits yang telah pernah dinilai oleh Ulama’ tetap memiliki manfaat mengingat ulama’ dahulu pun manusia yang kadang salah dan benar. Penelitian merupakan salah satu upaya untuk selain mengetahui seberapa jauh tingkat akurasi penelitian dahulu, juga untuk menghindar dari penggunaan dalil hadits yang tidak memenuhi syarat dari segi kehujjahan.
5. Kaidah-kaidah penelitian Hadits
Dalam kegiatan penelitian hadits ada beberapa langkah yang harus dilakukan oleh seorang peneliti hadits, yaitu sebagai berikut:
a) Takhrijul Hadits
Langkah awal yang dilakukan para ahli Hadits dalam kegiatan penelitian hadits adalah Takhrijul hadits. Banyak sekali istilah yang dipakai ulama’ hadits tentang pengertian Takhrijul hadits. Namun, pengertian yang dimaksud dalam kegiatan penelitian hadits lebih lanjut ialah “penelusuran atau penelitian hadits pada pelbagai kitab sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad yang bersangkutan”.
Tanpa dilakukan kegiatan takhrijul hadits terlebih dahulu maka akan sulit diketahui asal-usul riwayat hadits yang akan diteliti. Hal inilah yang menjadikannya sangat penting bagi seorang peneliti hadits. Pada dasarnya ada tiga hal yang menyebabkan pentingnya kegiatan Takhrijul hadits. Yaitu:
- Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadits, sehingga mudah diketahui status dan kualitasnya.
- Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadits, sehingga dapat ditentukan sanad yang berkualitas dlaif dan yang berkualitas shahih.
- Untuk mengetahui ada atau tidak adanya Syahid dan Mutabi’ pada sanad hadits, Syahid adalah periwayat yang berstatus pendukung yang berkedudukan sebagai dan untuk sahabat Nabi. Sedangkan Mutabi’ adalah periwayat yang berstatus pendukung pada periwayat yang bukan sahabat Nabi.
Dalam buku Cara Praktis Mencari Hadits dikemukakan bahwa metode takhrijul hadits ada dua macam, yaitu:
  • ØMetode Takhrijul Hadits bil Lafz
Metode ini adalah penelusuran hadits melalui lafadz. Kitab kamus yang agak lengkap untuk kepentingan ini adalah adalah kitab susunan Dr.A.J. Wensinck dkk. Yang diterjemahkan ke bahasa arab dengan judul المعجم المفهرس لالفاظ الحديث النبوي
  • ØMetode Takhrijul Hadits bil maudlu’
Metode ini adalah penelusuran hadits melalui topik masalah. Kitab kamus untuk kepentingan ini adalah مفتاح كنوز السنة yang juga susunan dari Dr.A.J. Wensinck dkk.
b) Penelitian Sanad Hadits
Setelah melakukan takhrijul hadits, maka seluruh sanad hadits dicatat dan dihimpun untuk dilakukan penelitian dengan urutan sebagai berikut:
1. Al-i’tibar
Al-I’tibar yaitu menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadits tertentu, yang hadits itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja; dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian dari sanad hadits di maksud. Tujuan diadakannya Al-I’tibar adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadits seluruhnya dilihat dari ada atau tidaknya periwayatan yang berstatus mutabi’ (periwayatan yang berstatus pendukung yang bukan sahabat Nabi), dan syahid (periwayatan yang berstatus sebagai dan untuk Nabi).
Untuk mempermudah proses al-i’tibar, diperlukan pembuatan skema seluruh sanad hadits yang diteliti. Garis-garis sanad harus jelas, seperti halnya nama periwayat agar tidak mengalami kesulitan dalam penelitian. Sebagai contoh hadits yang berbunyi من رأى منكم منكرا. Berikut ini dikemukakan riwayat hadits tersebut yang mukharrijnya Muslim:
حدثنا أبو بكر بن أبى شيبة, حدثنا وكيع عن سفيان.ح. و حدثنا محمد المثنى. حدثنا محمد بن جعفر. حدثنا شعبة, كلاهما عن قيس بن مسلم عن طارق بن شهاب وهذا حديث أبى بكر. قال: أول من بدأ بالخطبة يوم العيد قبل الصلاة مروان. فقام اليه رجل. فقال: الصلاة قبل الخطبة. فقال: قد ترك ما هنالك. فقال أبو سعيد: أما هذا فقد قضى ما عليه. سمعت رسول الله ص.م. يقول: من رأى منكم منكرا فليغير بيده فان لم يستطع فبلسانه, فان لم يستطع فبقلبه, وذالك أضعف الايمان. (أخرجه مسلم)
Marwan bin Hakam dalam riwayat di atas bukanlah periwayat hadits. Dia disebut namanya karena adanya kasus yang dia lakukan yaitu mendahulukan khutbah dalam shalat hari raya dengan alasan tahun sebelumnya bila shalat jamaah selesai dan diikuti khutbah, ternyata banyak anggota jamaah yang meninggalkan tempat shalat. Tindakan Marwan ditegur oleh salah seorang yang hadir. Di tempat itu hadir pula Abu Said al-Khudri yang membenarkan sikap orang yang menegur. Abu Said menilai tindakan Marwan itu merupakan perbuatan munkar. Karenanya, ia menyampaikan hadits Nabi di atas yang berisi perintah untuk mengatasi kemungkaran. Dengan demikian, kasus Marwan bukanlah sabab al-wurud dari sabda Nabi tersebut karena kasus itu tidak termasuk matan
Dalam mengemukakan riwayat, Imam Muslim menyandarkan riwayatnya kepada dua periwayat, yakni Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Muhammad bin al-Mutsanna. Keduanya beliau sandari sebagai sanad pertama. Dengan demikian, sanad terakhir adalah Abu Said al-Khudri.
Huruf ح yang terletak antara nama Sufyan dan kata wa haddasana adalah singkatan dari kata at-tahwil min isnad ila isnad, artinya: perpindahan dari sanad yang satu ke sanad yang lain. Dengan demikian sanad Muslim dalam riwayat hadits di atas ada dua macam.
2. Meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya
Dalam meneliti pribadi periwayat, Ulama’ hadits sepakat bahwa ada dua hal yang harus diteliti untuk dapat diketahui riwayat hadits bisa dijadikan hujjah atau tidak. Yaitu keadilan dan kedhabitannya. Jika kedua sifat itu telah dimiliki maka periwayat dinyatakan bersifat Siqah.
a.       adil (kualitas pribadi periwayat)
Dalam memberikan pengertian istilah adil, ulama’ berbeda pendapat. Dari perbedaan itu dapat dihimpun empat butir kriteria untuk seorang yang adil. Yaitu: (1) beragama Islam; (2) mukallaf; (3) melaksanakan ketentuan agama; (4) memelihara muru’ah.
Pada kriteria melaksanakan ketentuan agama, Allah memerintahkan dalam Surat al-Hujurat: 6 agar berita yang berasal dari orang fasiq diteliti kebenarannya. Maka berita dari orang yang fasiq yang berkenaan dengan sumber ajaran Islam, dalam hal ini hadits Nabi, harus ditolak. Karena orang yang tidak melaksanakan ketentuan agama tidak merasa berat membuat berita bohong.
Pada kriteria keempat, Ibnu Qudamah mengartikan muru’ah dengan rasa malu yang merupakan salah satu tata nilai yang berlaku di masyarakat, berarti orang yang mengabaikan muru’ah akan mengakibatkan dia tidak dihargai oleh masyarakat. Sehingga cenderung melakukan perbuatan kompensasi untuk mencari perhatian masyarakat salah satunya adalah menyampaikan berita bohong.
b. dhabith (kapasitas intelektual)
Penerimaan hadits pada masa Nabi ialah melalui cara al-sama’. Sedangkan orang yang menyampaikan hadits harus hafal terlebih dahulu dan mampu menyampaikannya kepada orang lain di samping harus memahami isi hadits tersebut. Dengan demikian, kapasitas intelektual seorang periwayat sangat ditekankan dalam periwayatan hadits.
Dalam metode periwayatan, ada beragam cara yang dipakai, diantaranya:
a. سمعت d. أخبرنا
b. حدثنا e. قال لن
c. حدثنى f. ذكرنا
Bobot kualitas kata-kata ini tidak disepakati oleh ulama’. Menurut al-Khatib al-Baghdadiy (w. 463 H), kata yang tertinggi adalah سمعت kemudian حدثنا dan حدثنى . Alasannya kata سمعت menunjukkan kepastian periwayat mendengar langsung hadits. Sedangkan حدثنا dan حدثنى masih bersifat umum; ada kemungkinan periwayat tidak mendengar langsung.
Adapun kata حدثنى lebih tinggi daripada kata حدثنا dan أخبرنا. Karena حدثنى mengandung unsur kesengajaan guru menyampaikan hadits kepada penerima riwayat. Sedang dua kata lainnya tidak demikian.
Kegiatan penelitian hadits masih belum dinyatakan selesai bila penelitian tentang kemungkinan adanya syudzudz dan illah belum dilaksanakan dengan cermat.
1.      meneliti syudzudz
Menurut Imam Syafi’i, suatu sanad sangat memungkinkan mengandung syudzudz bila sanad yang diteliti lebih dari satu buah. Hadits yang memiliki satu sanad saja, tidak dikenal adanya syudzudz. Salah satu langkahnya adalah membandingkan (Muqaranah) semua sanad yang ada untuk matan yang topik pembahasannya sama atau memiliki segi kesamaan.
2.      meneliti illah
Illah yang disebutkan dalam salah satu unsur kaedah kesahihan sanad hadits ialah illah yang yang untuk mengetahuinya diperlukan penelitian yang lebih cermat sebab hadits yang bersangkutan tampak sanadnya berkualitas shahih. Cara menelitinya antara lain dengan membanding-bandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang semakna.
Al-Khatib al-Baghdadiy memberikan langkah-langkah yang perlu ditempuh ialah: (1) seluruh sanad yang semakna dihimpun dan diteliti, bila hadits yang bersangkutan memang memiliki mutabi’ataupun syahid; (2) seluruh periwayat dalam pelbagai sanad diteliti berdasarkan kritik yang berlaku. Sesudah itu, kemudian sanad dibandingkan dengan sanad lain. Maka akan ditemukan, apakah sanad hadits tersebut mengandung illah ataukah tidak.
3.      Menyimpulkan hasil penelitian sanad
Isi dari hadits harus berisi natijah (konklusi), kemudian dalam natijah harus disertai argumen yang jelas. Semua argumen dapat dikemukakan sebelum ataupun sesudah rumusan natijah dikemukakan.
Isi natijah untuk hadits yang dilihat dari segi jumlah periwayatnya mungkin berupa pernyataan bahwa hadits yang bersangkutan berstatus mutawatir dan bila tidak demikian, maka hadits tersebut berstatus ahad. Untuk hasil penelitian hadits ahad, maka natijahnya mungkin berisi pernyataan bahwa hadits yang bersangkutan berkualitas shahih, atau hasan, atau dha’if.
c) Penelitian Matan Hadits
Kemudian untuk meneliti matan hadits juga harus melalui beberapa kegiatan diantaranya:
1. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya
Sebelum meneliti matan terlebih dahulu harus meneliti sanad. Ini tidak berarti bahwa sanad lebih penting daripada matan. Bagi ulama’ hadits keduanya sama-sama penting, hanya saja penelitian matan mempunyai arti apabila sanad hadits sudah jelas memenuhi syarat. Di samping itu setiap matan harus memiliki sanad, karena tanpa sanad, maka suatu matan tidak dapat dinyatakan sebagai sabda Nabi.
Menurut ulama’ hadits, suatu hadits barulah dinyatakan berkualitas sahih apabila sanad dan matan hadits sama-sama shahih. Dengan demikian, hadits yang sanadnya sahih dan matannya tidak shahih atau sebaliknya, tidak dinyatakan sebagai hadits shahih.
2. Meneliti lafadz matan yang semakna
Salah satu sebab terjadinya perbedaan lafadz pada matan hadits yang semakna ialah karena dalam periwayat hadits telah terjadi periwayatan secara makna (ar-riwayah bil-ma’na). Menurut ulama’ hadits, perbedaan lafadz yang tidak mengakibatkan perbedaan makna, asalkan sanadnya sama-sama shahih, maka hal itu tetap dapat ditoleransi. Misalnya, hadits tentang niat yang berbeda-beda redaksi matannya.
3. Meneliti kandungan matan
Kandungan dalam beberapa matan terkadang sejalan dan juga ada yang bertentangan. Pada matan yang sejalan, maka matan itu perlu diteliti sanad-nya. Jika memenuhi syarat, maka kegiatan muqaranah kandungan matan dilakukan. Apabila kandungan matan yang diperbandingan ternyata sama, maka dapatlah dikatakan bahwa kegiatan penelitian matan berakhir.
Apabila kandungan matan ternyata bertentangan dengan matan yang kuat, maka penelitian harus dilanjutkan. Ulama’ berbeda pendapat dalam penyelesaiannya. Namun, dilihat dari kemungkinan masalah yang diselesaikan, empat tahap yang diusung Ibnu Hajar al-Asqalani dan lain-lain tampaknya dipandang lebih akomodatif. Yaitu, (1) at-taufiq (al-jam’u atau al-talfiq); (2) an-nasikh wal-mansukh; (3) at-tarjih; dan (4) at-tauqif (menunggu sampai ada petunjuk atau dalil lain yang dapat menyelesaikannya atau menjernihkannya).
4. Menyimpulkan hasil penelitian matan
Setelah semua langkah telah dilakukan, maka langkah terakhir adalah menyimpulkan hasil penelitian matan.Apabila dalam penelitian matan ternyata shahih dan sanadnya juga shahih, maka natijah disebutkan bahwa hadits tersebut adalah shahih. Apabila matan dan sanadnya berkualitas dhaif, maka natijah disebutkan bahwa hadits tersebut adalah dhaif Sedangkan kalau seandainya matan dan sanadnya berbeda kualitasnya, maka perbedaan itu harus dijelaskan.
6. Ilmu-Ilmu bantu penelitian Hadits
Dalam penelitian sebuah hadits tidak hanya didasarkan pada argumen saja, tetapi ada beberapa ilmu yang dapat membantu dalam mencapai kesuksesan hadits. Ilmu yang berkenaan dengan sanad adalah sebagai berikut:
a.    Ilmu Rijalul Hadits
Yaitu ilmu yang secara mengelupas tentang tokoh/orang yang membawa hadits, semenjak dari Nabi sampai dengan periwayat terakhir (penulis hadits). Pembahasan yang terpenting adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja yang mereka singgahi dalam jangka waktu lama, kepada siapa saja mereka menerima hadits, dan kepada siapa menyampaikannya.
Ada beberapa istilah dalam penyebutan ilmu ini. Ada yang menyebutnya ilmu tarikh, ada yang menyebut tarikh ar-ruwat dan ada pula yang menyebut ilmu tarikh ar-ruwat.
b. Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil
Yaitu ilmu yang membahas keadaan para rawi dari diterima atau ditolaknya periwayatan mereka. Kritik yang dikemukakan oleh ulama’ hadits bukan hanya hal-hal yang terpuji saja, tetapi juga berkenaan dengan hal-hal yang tercela. Hal semacam ini bukan untuk menjelekkan mereka, melainkan untuk dijadikan pertimbangan dalam hubungannya dengan dapat diterima atau tidak hadits yang mereka sampaikan.
Sedang ilmu yang berkenaan dengan matan adalah sebagai berikut:
a.     Ilmu Gharibul Hadits
Dalam memahami makna matan hadits, terkadang kita menjumpai susunan kalimat yang sulit dipaham. Hal ini bukan disebabkan tidak teraturnya kalimat dan tidak fasihnya. Akan tetapi lebih merupakan keindahan seni sastra.Terdorong alasan tersebut di atas, para ulama’ hadits menyusun suatu ilmu tersendiri yang disebut dengan ilmu gharibul hadits.
Ibnu Shalah menta’rif ilmu gharibul Hadits sebagi berikut: “Ilmu pengetahuan untuk mengetahui lafadz-lafadz dalam matan hadits yang sulit lagi sukar dipaham, karena jarang sekali digunakan”. Seperti lafadz الجار أحق بسبقه yang diartikan “Tetangga itu lebih berhak untuk didekati”, dengan lafadz Sabqu diartikan al-laziq (dekat).
b.    Ilmu Mukhtalif al-Hadits
Yang disebut ilmu Mukhtalif al-Hadits adalah “ilmu yang membahas hadits-hadits yang menurut lahirnya saling bertentangan, untuk menghilangkan perlawanannya itu atau mengkompromikan keduanya, sebagaimana membahas hadits yang sukar dipahami atau diambil isinya, untuk mengahilangkan kesukarannya dan menjelaskan hakikatnya”. Usaha untuk mengumpulkan dua hadits yang berlawanan maknanya itu disebut talfiq al-Hadits. Jika dua hadits itu dapat ditalfiqkan maknanya, maka tidak dibenarkan hanya diamalkan salah satu, sedang yang lain ditinggalkan. Cara mentalfiqkan ada kalanya dengan mentakhshishkan hadits yang umum, mentaqyidkan hadits yang mutlaq dan adakalanya memilih sanadnya yang lebih kuat.
c.     Ilmu Nasikh Hadits wa al-Mansukh
Dalam penelitian matan, seorang peneliti akan menemukan hadits-hadits yang bertentangan. Solusi yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dengan membahasnya melalui ilmu Nasikh Hadits wa al-Mansukh. Pengertian dari ilmu ini adalah “ilmu yang membahas hadits-hadits yang saling berlawanan maknanya yang tidak mungkin dapat dikompromikan dari segi hukum yang terdapat pada sebagiannya, karena ia sebagai nasikh terhadap hukum yang lain, karena ia sebagai mansukh. Karenanya, hadits yang terakhir adalah sebagai nasikh”. Jalan untuk mengetahui nasakh adalah, (1) penjelasan dari nash syar’i, (2) penjelasan dari shahabat, (3) dengan mengetahui tarikh keluarnya hadits.
d.    Ilmu Asbab al-Wurud
Mengetahui sebab-sebab lahirnya hadits adalah bagian sangat penting dalam mempelajari hadits. Karena hal ini dapat memahami makna hadits secara sempurna.
Yang dimaksud ilmu asbab al-wurud ialah “ilmu pengetahuan yang menerangkan sebab lahirnya hadits.”
Dalam mempelajari ilmu ini kita dapat mengambil beberapa faedah. Antara lain: (1) memahami dan menafsirkan hadits, (2) mengambil kandungan isi dari nash yang dilukiskan secara umum, (3) mengetahui hikmah-hikmah ketetapan syariat, (4) mentakhsis hukum.
e.     Ilmu Ilal al-Hadits
Dalam studi hadits istilah illat dapat diartikan sebagai suatu sebab yang tersembunyi yang dapat membuat cacat suatu hadits yang nampaknya tiada bercacat. Demikian menurut Muhadditsun.
Dengan mengetahui arti illat, maka dapatlah ditetapkan ta’rif ilmu illal al-Hadits sebagai berikut:
“Ilmu yang membahas tentang sebab-sebab yang samar-samar lagi tersembunyi dari segi membuat kecacatan suatu hadits. Seperti memutthasilkan (menganggap bersambung) sanad atau hadits yang sebenarnya sanad itu munqathi’ (terputus), merafa’kan (mengangkat sampai pada Nabi) berita yang mauquf (yang berakhir pada shahabat), menyisipkan suatu hadits pada hadits yang lain, meruwetkan sanad dengan matannya atau lain sebagainya.”
Dengan demikian, dapat diketahui betapa sulitnya meneliti apakah sanad suatu hadits itu muttashil, berita yang disampaikan oleh sahabat itu benar-benar dari Nabi, jika saja seseorang tidak mempunyai pengetahuan yang banyak tentang biografi para perawi. Apabila dalam suatu hadits ditemukan illat, menjadilah hadits tersebut hadits dlaif. Hal demikian menyebabkan tidak dapat menjadi hujjah dalam menetapkan hukum.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kritik hadits (Naqd al-Hadits) atau dengan sebutan penelitian hadits adalah upaya untuk menseleksi kehadiran hadits, memberikan penilaian dan membuktikan keautentikan (keshahihan) sebuah hadits. Upaya ini juga berarti mendudukan hadits sebagai hal yang sangat penting dalam sumber hukum Islam kedua setelah Al-Quran, sebagai bukti kehati-hatian kita. Selain yang telah tersebut di atas, upaya ini juga dilakukan untuk memahami hadits agar dapat mengaplikasikan isi dari hadits tesebut dengan tepat. Jadi, kita akan lebih yakin akan kebenaran hadits karena adanya proses penelitian yang ketat dari para sahabat dan para ulama’ hadits dan metode pemahaman yang benar.
Upaya ini mempunyai metode tersendiri dan juga ilmu-ilmu yang dapat membantu dalam proses penelitiannya. Ilmu yang berkenaan dengan sanad antara lain Ilmu Rijalul Hadits dan Ilmu al-Jarh wa at-Ta’dil, sedang untuk meneliti matan dibutuhkan Ilmu Gharibul Hadits, Ilmu Mukhtalif al-Hadits, Ilmu Nasikh Hadits wa al-Mansukh, Ilmu Asbab al-Wurud, Ilmu Ilal al-Hadits.
Dengan adanya ilmu-ilmu tersebut kegiatan penelitian akan lebih mudah dan terbantu. Sehingga pada akhirnya kita akan mendapat hasil yang memuaskan yaitu hadits yang berkualitas shahih
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khatib, Muhammad Ajjaj, Ushul al-Hadits ‘Ulumuhu wa Mushthalahuhu, Beirut: Daar al-Fikr, 1989.
Al-Siba’i, Musthafa, Sunnah dan Peranannya dalam Penetapan Hukum Islam, Terj. Nurcholish Majid dari “al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islami” Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992.
Bustamin, Metodologi Kritik Hadits, Jakarta: Raja Grafindo, 2004.
Fudhaili, Ahmad, Perempuan di Lembaran Suci: Kritik atas Hadits-Hadits Sahih, Cet. I, Yogyakarta: Pilar Media, 2001.
Ismail, M. Syuhudi, Kaidah Kesahihan Sanad Hadits, Jakarta: PT Karya Unipress, 1995.
Metodologi Penelitian Hadits Nabi, Jakarta: PT Karya Unipress, 1992.
Pengantar Ilmu Hadits, Bandung: Angkasa, 1991.
Rahman, Fatchur, Ikhtishar Musthalah Hadits, Bandung: PT Al-Ma’arif, 1995, Cet: VIII.
Yaqub, Ali Mustafa, Kritik Hadits, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004.
Zuhri, Muh., Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya, 2003.