Translate

Kamis, 29 Januari 2015

contoh makalah kerajaan Turki Usmani



hayyyy sobat blogger kembali lagi di blog saya http://idhylthevirgo98.blogspot.com/
'langsung saja yang punya tugas PAI copy paste aja makalah ini dan jangan lupa mampir di kotak komentar saya ok.....





BAB I
PENDAHULUAN


A.   Latar Belakang
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari kabilah Oghuz yang mendiami daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina. Dalam jangka waktu kira-kira tiga abad, mereka pindah ke Turkistan kemudian Persia dan Irak. Mereka masuk Islam sekitar abad ke sembilan atau ke sepuluh, ketika mereka menetap di Asia Tengah. Di bawah tekanan serangan-serangan Mongol pada abad ke-13 M, mereka melarikan diri ke daerah barat dan mencari tempat pengungsian di tengah-tengah saudara-saudara mereka, orang-orang Turki Seljuk, di dataran tinggi Asia Kecil. Di sana, di bawah pimpinan Al Tughril, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alauddin II, Sultan Seljuk yang kebetulan sedang berperang melawan Bizantium. Berkat bantuan mereka, Sultan Alauddin mendapat kemenangan. Atas jasa baik itu, Alauddin menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memilih kota Syukud sebagai ibu kota.
Perjalanan panjang kerajaan Turki Utsmani telah melahirkan 35 orang Sultan dengan corak kepemimpinan masing-masing. Tetapi sebagaimana Dinasti lainnya, hukum sejarah juga berlaku, bahwa masa pertumbuhan yang diiringi dengan masa gemilang biasanya berakhir dengan masa kemunduran bahkan mungkin kehancuran.
Makalah ini akan membahas sejarah berkembangnya kerajaan Turki Utsmani, masa puncak dan kemajuan peradaban serta tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya.

B.   Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam  makalah ini adalah:
1.   Bagaimana proses berdirinya kerajaan Turki Utsmani
2.   Bagaimana Masa puncak dan kemajuan peradaban kerajaan Turki Usmani
3.   Siapa sajakah tokoh-tokoh yang berperan dalam kerajaan Turki Usmani


 
BAB II
PEMBAHASAN


A.   Berdirinya Kerajaan Turki Utsmani
Kerajaan Turki Utsmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa Mongol menyerang dunia Islam, pemimpin suku Kayi Sulaiman Syah, mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol tersebut dan lari ke arah Barat. Mereka akhirnya terbagi menjadi dua kelompok yang pertama ingin pulang ke negeri asalnya, yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia Kecil.
Pada abad ke-13 M, saat Jhengis Khan mengusir orang-orang Turki dari Khurasan dan sekitarnya. Kakeknya Utsman, yang bernama Sulaeman bersama pengikutnya bermukim di Asia kecil. Setelah reda serangan Mongol terhadap mereka, Sulaeman menyebrangi Sungai Efrat (dekat Aleppo). Namun, saat di tengah pelayarannya kapal Sulaeman tenggelam, empat putra Sulaeman yang bernama Shunkur, Gundoghur, al Tughril, dan Dundar selamat. Al Tughril dan Dundar bermukim di Asia Kecil. Keduanya akhirnya berhasil mendekati Sultan Saljuk yang bernama Sultan Alauddin di Anggara (kini Angara) yang sedang berperang melawan Bizantium. Karena bantuan mereka inilah, Bizantium dapat dikalahkan. Ali dalam Karim,  menjelaskan bahwa “sebagai balas jasa, Alauddin memberikan daerah Iski Shahr dan sekitarnya kepada al Thugril”.
Birokrat-birokrat dinasti Utsmaniyyah yang dilatih dalam sistem istana dan bukan di madrasah atau di sekolah agama memiliki suatu pandangan lain terhadap hubungan timbal balik antara politik dan agama. Pandangan mereka dilukiskan sebagai mengutamakan rasion d’etat. Birokrat Utsmaniyyah melihat pemeliharaan kesatuan negara dan kemajuan Islam sebagai tugasnya. Ini diungkapkan dalam rumusan Din U devlet (din wa daulat) atau agama dan negara. Tetapi aspek paling efektif dari kontrol pemerintahan Utsmaniyyah terhadap lembaga Ulama, yaitu hirarki orang-orang berilmu atau memiliki pengetahuan keagamaan.
Pada abad ke-16 M, mulai berkembang birokrasi yang rumit (kalemiye), yakni birokrasi yang terdiri dari dua kelompok besar, yaitu :
  1. Sekretaris yang mempersiapkan secara seksama dokumen-dokumen pemerintah, peraturan dan tanggapan terhadap petisi.
  2. Para petugas yang menjaga keuangan, penilaian terhadap aset yang terkena pajak serta catatan mengenai berapa besar jumlah pajak yang terkumpul.
B.   Masa Puncak Dan Kemajuan Peradaban
Setelah Utsman mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al Utsman (raja besar keluarga Utsman), setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Byzantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.
Pada awalnya kerajaan Turki Utsmani hanya memiliki wilayah yang sangat kecil, namun dengan adanya dukungan militer, tidak beberapa lama Utsmani menjadi Kerajaan yang besar bertahan dalam kurun waktu yang lama. Setelah Usman meninggal pada 1326, puteranya Orkhan (Urkhan) naik tahta pada usia 42 tahun. Pada periode ini tentara Islam pertama kali masuk ke Eropa. Orkhan berhasil mereformasi dan membentuk tiga pasukan utama tentara. Pertama, tentara sipani (tentara reguler) yang mendapatkan gaji tiap bulannya. Kedua, tentara Hazeb (tentara reguler) yang digaji pada saat mendapatkan harta rampasan perang (Mal al-ghanimah). Ketiga tentara Jenisari direkrut pada saat berumur dua belas tahun, kebanyakan adalah anak-anak kristen yang dibimbing islam dan disiplin yang kuat.
Pada masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M), kerajaan Turki Utsmani ini dapat menaklukkan Azmir (1327 M), Thawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M). Daerah-daerah itulah yang pertama kali diduduki kerajaan Utsmani, ketika Murad I, pengganti Orkhan berkuasa (1359-1389 M). Selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adnanopel yang kemudian dijadikan ibukota kerajaan yang baru. Mrerasa cemas terhadap ekspansi kerajaan ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Utsmani, namun Sultan Bayazid I (1389-1403 M), dapat menghancurkan pasukan sekutu Kristen Eropa tersebut.
Haji Bithas, seorang ulama sufi menyebut pasukan tersebut dengan Enicary pasukan baru, mereka juga dekat dengan tentara bakteshy, sehingga akhirnya pasukan tersebut juga dinamai tentara bakhteshy tentara tersebut dibagi dalam, sepuluh, seratus dan seribu setiap kelompoknya, mereka diasingkan dari keluarga, mereka membawa kejayaan Utsmani, pasukan elit ini dikeluarkan saat tentara reguler dan tentara ireguler sudah lelah dalam pertempuran. Dengan cepat dan sigap pasukan ini menyerbu setiap musuh yang datang melawan.
Dalam peluasan wilayah Utsmani mengalami kemunduran, merekalah yang melakukan reformasi dan menjadi “penguasa” defaktor, karena tentara tersebut terlalu menyalahgunakan kekuasaan, akhirnya pada masa Sultan Mahmud II mereka dibubarkan.
Penggantinya yaitu, puteranya yang bernama Murad I berhasil menaklukkan banyak daerah, seperti Adrianopal, Masedonea, Bulgaria, serbia dan Asia kecil. Namun yang paling monumental adalah penaklukan di Kosovo. Dengan demikian lima ratus tahun daerah tersebut dikuasai oleh pemerintah Turki Utsmani. Dia penguasa yang shaleh dan taat kepada Allah. Murad I meskipun banyak menalukkan peperangan namun tidak pernah kalah, ia dijuluki sebagai Alexander pada abad pertengahan, bahkan ia dinilai sebagai pendiri dinasti Turki Utsmani yang sebenarnya. Putra Murad yang bernama Bayazid menggantikan ayahnya, ia terkenal dengan gelar Ildrim/Eldream. Bayazid dengan cepat menaklukkan daerah dan memperluas di Eropa.
Ekspansi Bayazid I sempat berhenti karena adanya tekanan dan serangan dari pasukan Timur Lenk ke Asia kecil. Pertempuran hebat terjadi antara tahun 1402 M dan pasukan Turki mengalami kekalahan. Bayazid I dan putranya ditawan kemudian meninggal pada tahun 1403 M. Kekalahan tersebut membawa dampak yang buruk bagi Kerajaan Utsmani yaitu banyaknya penguasa-penguasa Seljuk di Asia kecil yang melepaskan diri. Begitu pula dengan Bulgaria dan Serbia, tetapi hal itu dapat diatasi oleh Sultan Muhammad I (1403-1421 M). Usaha beliau yang pertama yaitu meletakkan dasardasar keamanan dan perbaikan-perbaikan dalam negeri. Usaha beliau kemudian diteruskan oleh Sultan Murad II (1421-1451). Turki Utsmani mengalami kemajuannya pada masa Sultan Muhammad II (1451-1484 M) atau Muhammad Al-Fatah. Beliau mengalahkan Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 M yang merupakan kekuatan terakhir Imperium Romawi Timur.
Setelah ia meninggal digantikan dengan Murad II. Ia mengembalikan daerah-daerah di Eropa (kosovo) yang lepas setelah meninggalnya Bayazid, Timurlang juga seorang penguasa yang saleh dan dicintai rakyatnya, ia seorang yang sabar, cerdas, berjiwa besar, dan ahli ketatanegaraan. Ia banyak dipuji oleh sejarawan barat, ia banyak membangun masjid dan sekolah, termasuk pula adil, sehingga orang non muslimpun hidup di tengah kedamaian.
Penggantinya Murad II adalah Muhammad II dalam sejarah terkenal dengan Muhammad Al-Fatih, ia berhasil menaklukkan kota konstantinopel pertama kali yang telah dicita-citakan sejak khalifah Usman bin Affan, Gubernur Muawiyah yang pertama kali menyerang konstantinopel dan khalifah-khalifah selanjtnya yang berabad-abad mencita-citakan penaklukan konstantinopel, akhirnya tercapai pada abad 29 mei 1453.
Pada saat itulah awal kehancuran Bizantium yang telah berkuasa sebelum masa Nabi. Sultan Muhammad al-Fatih menaklukkan venish, Italy, Rhodos, dan cremia yang terkenal dengan konstantinopel.
Selanjutnya pada tahun 1520-1566 M, Sulaiman Agung menjadi penguasa baru di kerajaan Turki Utsmani menggantikan Salim I dan dia dijuluki Sulaiman Al-Qanuni. Sulaiman bukan hanya sultan yang paling terkenal dikalangan Turki Utsmani, akan tetapi pada awal ke 16 ia adalah kepala negara yang paling terkenal di dunia. Ia seorang penguasa yang shaleh, ia mewajibkan rakyat muslim harus shalat lima kali dan berpuasa di bulan ramadhan, jika ada yang melanggar tidak hanya dikenai denda namun juga sanksi badan.
Sulaiman juga berhasil menerjemahkan Al-Qur’an dalam bahasa Turki, pada saat Eropa terjadi pertentangan antara katolik kepada khalifah Sulaiman, merteka di beri kebebasan dalam memilih agama dan diberikan tempat di Turki Utsmani. Lord Cerssay mengatakan, bahwa pada zaman dimana dikenal ketidakadilan dankelaliman katholik roma dan protestan, maka Sultan Sulaiman yang paling adil dengan rakyatnya meskipun ada yang tidak beragama islam. Setelah Sulaiman, kerajaan turki Utsmani mengalami kemunduran.
Setelah Usman mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al Usman (raja besar keluarga Usman), setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya. Ia menyerang daerah perbatasan Byzantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.
Pada masa pemerintahan Orkhan (1326-1359 M), kerajaan Turki Utsmani ini dapat menaklukkan Azmir (1327 M), Thawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M), Ankara (1354 M) dan Gallipoli (1356 M). Daerah-daerah itulah yang pertama kali diduduki kerajaan Utsmani,ketika Murad I, pengganti Orkhan berkuasa (1359-1389 M). Selain memantapkan keamanan dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat menaklukkan Adnanopel yang kemudian dijadikan ibukota kerajaan yang baru. Mrerasa cemas terhadap ekspansi kerajaan ke Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah besar pasukan sekutu Eropa disiapkan untuk memukul mundur Turki Utsmani, namun Sultan Bayazid I (1389-1403 M), dapat menghancurkan pasukan sekutu K RISTEN Eropa tersebut.
Pada masa Sultan Salim I (1512-1520 M), ekspansi dialihkan ke Timur, Persia, Syiria dan Mesir berhasil ditaklukkannya. Ekspansi tersebut dilanjutkan oleh putranya Sulaiman I (1520-1526 M) dan berhasil menaklukkam Irak, Belgaro,kepulauan Rhodes, Tunis dan Yaman. Masa beliau merupakan puncak keemasan dari kerajaan Turki Utsmani, karena dibawah pemerintahannya berhasil menyatukan wilayah yang meliputi Afrika Utara, Mesir, Hijaz, Irak, Armenia, Asia Kecil, Krimea, Balkan, Yunani, Bulgaria, Bosnia, Hongaria, Rumania sampai batas sungai Danube dengan tiga lautan, yaitu laut Merah, laut Tengah dan laut Hitam.
Akibat kegigihan dan ketangguhan yang dimiliki oleh para pemimpin dalam mempertahankan Turki Utsmani membawa dampak yang baik sehingga kemajuankemajuan dalam perkembangan wilayah Turki Utsmani dapat di raihnya dengan cepat. Dengan cara atau taktik yang dimainkan oleh beberapa penguasa Turki seperi Sultan Muhammad yang mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negerinya yang kemudian diteruskan oleh Murad II (1421-1451M). Sehingga Turki Utsmani mencapai puncak kejayaan pada masa Muhammad II (1451- 1484 M). Usaha ini di tindak lanjuti oleh raja-raja berikutnya, sehingga dikembangkan oleh Sultan Sulaiman al-Qonuni. Ia tidak mengarahkan ekspansinya kesalah satu arah timur dan Barat, tetapi seluruh wilayah yang berada disekitar Turki Utsmani itu, sehingga Sulaiman berhasil menguasai wilayah Asia kecil. Kemajuan dan perkembangan wilayah kerajaan Utsmani yang luas berlangsung dengan cepat dan diikuti oleh kemajuan-kemajuan dalam bidang-bidang kehidupan lain yang penting, diantaranya :
Bidang Kemiliteran dan Pemerintahan
Untuk pertama kalinya Kerajaan Utsmani mulai mengorganisasi taktik, strategi tempur dan kekuatan militer dengan baik dan teratur. Sejak kepemimpinan Ertoghul sampai Orkhan adalah masa pembentukan kekuatan militer. Perang dengan Bizantium merupakan awal didirikannya pusat pendidikan dan pelatihan militer, sehingga terbentuklah kesatuan militer yang disebut dengan Jenissari atau Inkisyariah . Selain itu kerajaan Utsmani membuat struktur pemerintahan dengan kekuasaan tertinggi di tangan Sultan yang dibantu oleh Perdana Menteri yang membawahi Gubernur. Gubernur mengepalai daerah tingakat I. Di bawahnya terdapat beberapa bupati. Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I dibuatlah UU yang diberi nama Multaqa Al-Abhur , yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Utsmani sampai datangnya reformasi pada abad ke-19. Karena jasanya ini, di ujung namanya di tambah gelar al-Qanuni .
Bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya
Kebudayaan Turki Utsmani merupakan perpaduan bermacam-macam kebudayaan diantaranya adalah kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Persia mereka banyak mengambil ajaran-ajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran banyak diserap dari Bizantium. Dan ajaran tentang prinsip-prinsip ekonomi, sosial dan kemasyarakatan, keilmuan dan huruf diambil dari Arab. Dalam bidang Ilmu Pengetahuan di Turki Utsmani tidak begitu menonjol karena mereka lebih memfokuskan pada kegiatan militernya, sehingga dalam khasanah Intelektual Islam tidak ada Ilmuwan yang terkemuka dari Turki Utsmani.
Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan politik. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Oleh karena itu, ajaran-ajaran tharekat berkembang dan juga mengalami kemajuan di Turki Utsmani. Para Mufti menjadi pejabat tertinggi dalam urusan agama dan beliau mempunyai wewenang dalam memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan yang terjadi dalam masyarakat.
Kemajuan-kemajuan yang diperoleh kerajaan Turki Utsmani tersebut tidak terlepas daripada kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, antara lain:
Mereka adalah bangsa yang penuh semangat, berjiwa besar dan giat.
Mereka memiliki kekuatan militer yang besar.
Mereka menghuni tempat yang sangat strategis, yaitu Constantinopel yang berada pada tititk temu antara Asia dan Eropa.
Disamping itu keberanian, ketangguhan dan kepandaian taktik yang dilakukan olah para penguasa Turki Utsmani sangatlah baik, serta terjalinnya hubungan yang baik dengan rakyat kecil, sehingga hal ini pun juga mendukung dalam memajukan dan mempertahankan kerajaan Turki Utsmani.
C.   Tokoh-tokoh pada Masa Turki Utsmani
Masa pemerintahan Sulaiman I (1520-1566 M) merupakan puncak kejayaan daripada kerajaan Turki Utsmani. Beliau terkenal dengan sebutan Sulaiman Agung atau Sulaiman Al-Qonuni. Akan tetapi setelah beliau wafat sedikit demi sedikit Turki Utsmani mengalami kemunduran. Setelah Sulaiman meninggal Dunia, terjadilah perebutan kekuasaan antara putera-puteranya, yang nenyebabkan kerajaan Turki Utsmani mundur akan tetapi meskipun terus mengalami kemunduran kerajaan ini untuk masa beberapa abad masih dipandang sebagai militer yang tangguh. Kerajaan ini memang masih bertahan lima abad lagi setelah sepeninggalnya Sultan Sulaiman 1566 M.
Sultan Sulaiman di ganti Salim II. Pada masa pemerintahan Salim II (1566-1573 M), pasukan laut Utsmani mengalami kekalahan atas serangan gabungan tentara Spanyol, Bandulia, Sri Paus dan sebagian armada pendeta Malta yang dipimpin Don Juan dari Spanyol. Kekalahan ini menyebabkan Tunisia dapat direbut musuh. Tetapi pada tahun 1575 M, Tunisia dapat direbut kembali oleh Sultan Murad III (1574-1595 M). Pada masa pemerintahannya, keadaan dalam negeri mengalami kekacauan. Hal itu disebabkan karena ia mempunyai kepribadian yang buruk. Keadaan itu semakin kacau setelah naiknya Sultan Muhammad III (1595-1603 M), Sultan Ahmad I (1603-1671 M) dan Musthofa I (1617-1622 M), akhirnya Syeikh Al-Islam mengeluarkan fatwa agar Musthofa I turun dari jabatannya dan diganti oleh Usman II (1618-1622 M).
Pada masa pemerintahan Sultan Murad IV (1623-1640 M), mulai mengadakan perbaikan-perbaikan, tetapi sebelum ia berhasil secara keseluruhan, masa pemerintahannya berakhir. Kemudian pemerintahan dipegang oleh Ibrahim (1640-1648 M), yang pada masanya orang-orang Venesia melakukan peperangan laut dan berhasil mengusir orang Turki Utsmani di Cyprus dan Creta pada tahun 1645 M. Pada tahun 1663 M pasukan Utsmani menderita kekalahan dalam penyerbuan ke Hungaria. Dan juga pada tahun 1676 M dalam pertempuran di Mohakes, Hungaria. Turki Utsmani dipaksa menandatangani perjanjian Karlowitz pada tahun 1699 M yang berisi pernyataan penyerahan seluruh wilayah Hungaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada Hapsburg. Dan penyerahan Hermeniet, Padalia, Ukraenia, More dan sebagian Dalmatia kepada penguasaVenesia.
Pada tahun 1770 M pasukan Rusia mengalahkan armada Utsmani di sepanjang pantai Asia Kecil. Namun kemenangan ini dapat direbut kembali oleh Sultan Musthofa III (1757- 1774 M). Dan pada tahun 1774 M, penguasa Utsmani Abddul Hamid (1774-1789 M) terpaksa menandatangani kinerja dengan Catherine II dari Rusia yang berisi penyerahan benteng-benteng pertahanan di Laut Hitam kepada Rusia dan pengakuan kemerdekaan atas Crimea.
Pemerintahan Turki, masa pasca Sulaiman banyak terjadi kekacauan-kekacauan yang menyebabkan kemunduran dalam mempertahankan Turki Utsmani (kerajaan Utsmani). Hal ini dikarenakan benyaknya berganti pemimpin atau penguasa yang hanya meperebutkan jabatan tanpa memikirkan langkah-langkah selanjutnya yang lebih terarah pada tegaknya kerajaan Utsmani. Sifat dari pada para pemimpin juga mempengaruhi keadaan kerajaan Utsmani, seperti halnya sifat jelek yang dilakukan Sultan Murad III (1574-1595 M) yakni yang selalu menuruti hawa nafsunya sehingga kehidupan moral Sultan Murad yang jelek itu menyebabkan timbulnya kekacauan dalam negeri Utsmani itu sendiri.
Banyaknya kemunduran yang dirasakan selama kurang lebih dua abad ditinggal Sultan Sulaiman. Tidak ada tanda-tanda membaik sampai setengah pertama dari abad ke -19 M. Oleh karena itu, satu persatu negara-negara di Eropa yang pernah dikuasai kerajaan Utsmani ini memerdekakan diri. Bukan hanya negeri-negeri di Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan memberonak terhadap kerajaan-kerajaan Utsmani, tetapi juga beberapa didaerah timur tengah mencoba bangkit memberontak. Dari sinilah dapat disimpulkan bahwa kemunduran Turki Utsmani pasca Sulaiman disebabkan karena banyaknya terjadi kekacauan-kekacauan yang menyebabkan kemunduran dalam kerajaan Utsmani.
Tokoh-Tokoh Pembaharuan Masa Kerajaan  Turki Utsmani
Sultan Mahmud II 
Mahmud lahir pada tahun 1785 dan mempunyai didikan tradisional, antara lain pengetahuan agama, pengetahuan pemerintahan, sejarah dan sastra Arab, Turki dan Persia. Ia diangkat menjadi Sultan di tahun 1807 dan meninngal di tahun 1839. Di bagian pertama dari masa kesultanannya ia disibukkan oleh peperangan dengan Rusia dan usaha menundukkan daerah-daerah yang mempunyai kekuasaan otonomi besar, peperangan dengan Rusia selesai di tahun 1812. Setelah kekuasaannya sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Utsmani bertambah kuat, Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba masanya untuk memulai usaha-usaha pembaharuan yang telah lama ada dalam pemikirannya.
Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan tidak segan-segan melanggar adat kebiasaan lama. Sultan-sultan sebelumnya menganggap diri mereka tinggi dan tidak pantas bergaul dengan rakyat. Oleh karena itu, mereka selalu mengasingkan diri dan meyerakan soal mengurus rakyat kepada bawahan-bawahan. Timbullah anggapan mereka bukan manusia biasa dan pembesar-pembesar Negara pun tidak berani duduk ketika menghadap Sultan.  Tradisi aristokrasi ini dilanggar oleh Mahmud II. Ia mengambil sikap demokratis dan selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada upacara-upacara resmi. Menteri dan pembesar-pembesar negara lainnya ia biasakan duduk bersama jika datang menghadap. Pakaiam kerajaan yang ditentukan untuk Sultan dan pakaian kebesaran yang biasa dipakai Menteri dan pembesar-pembesar lain ia tukar dengan pakaian yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaran hilang, rakyat biasa dianjurkan pula supaya meninggalkan pakaian tradisional dan menukarnya dengan pakaian Barat. Perubahan pakaian ini menghilangkan perbedaan status dan sosial yang nyata kelihatan pada pakaian tradisional. Kekuasaan-kekuasaan luar biasa yang menurut tradisi dimiliki oleh penguasa-penguasa Utsmani ia batasi. Kekuasaan Pasya atau Gubernur untuk menjatuhkan hukum mati dengan isyarat tangan ia hapuskan. Hukuman bunuh untuk masa selanjutnya hanya bisa di keluarkan oleh hakim. Penyitaan negara terhadap harta orang yang dibuang atau dihukum mati juga ia tiadakan. Sultan Mahmud II juga mengadakan perubahan dalam organisasi pemerintahan Kerajaan Utsmani. Menurut tradisi Kerajaan Utsmani dikepalai oleh seorang Sultan yang mempunyai kekuasaan duniawi dan kekuasaan rohani. Sebagai penguasa duniawi ia memakai titel Sultan dan sebagai kepala rohani umat Islam ia memakai gelar Khalifah. Dengan demikian, Raja Utsmani mempunyai dua bentuk kekuasaan, kekuasaan memerintah Negara dan kekuasaan menyiarkan dan membela Islam.
Perubahan penting yang diadakan oleh Sultan Mahmud II dan yang kemudian mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di Kerajaan Utsmani ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Seperti halnya di Dunia Islam lain di zaman itu, Madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan umum yang ada di Kerajaan Utsmani. Di Madrasah hanya diajarkan agama sedangkan pengetahuan umum tidak diajarkan. Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan Madrasah tradisional tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman abad ke-19. Di masa pemerintahannya orang kurang giat memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah dan mengutamakan mengirim mereka belajar keterampilan secara praktis di perusahaan industri. Oleh karena itu, ia mengadakan perubahan dalam kurikulum Madrasah dengan menambah pengetahuan-pengetahuan umum di dalamnya, seperti halnya di Dunia Islam lain pada waktu itu memang sulit. Madrasah tradisional tetap berjalan tetapi disampingnya Sultan mendirikan dua sekolah pengetahuan umum. Mekteb-i Ma’arif (Sekolah Pengetahuan Umun) dan Mekteb-i Ulum-u Edebiye (Sekolah Sastra). Siswa untuk kedua sekolah itu dipilih dari lulusan Madrasah yang bermutu tinggi. Selain itu, Sultan Mahmud II juga mendirikan Sekolah Militer, Sekolah Teknik, Sekolah Kedokteran dan Sekolah Pembedahan. Lulusan Madrasah banyak meneruskan pelajaran di sekolah-sekolah yang baru didirikannya. Selain dari mendirikan Sekolah Sultan Mahmud II juga mengirim siswa-siswa ke Eropa yang setelah kembali ke tanah air juga mempunyai pengaruh dalam penyebaran ide-ide baru di Kerajaan Utsmani. Pembaharuan-pembaharuan yang diadakan Sultan Mahmud II di ataslah yang menjadi dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya di Kerajaan Utsmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.
Tanzimat   
Istilah tanzimat berasal dari bahasa Arab dari kata Tanzim yang berarti pengaturan, penyusunan dan memperbaiki. Dalam pembaharuan yang diadakan pada masa Tanzimat merupakan sebagai lanjutan dari usaha-usaha yang dijalankan oleh Sultan Mahmud II yang banyak mengadakan pembaharuan peraturan dan perundang-undangan. Secara terminology. Tanzimat adalah suatu usaha pembaharuan yang mengatur dan menyusun serta memperbaiki struktur organisasi pemerintahan, sosial, ekonomi dan kebudayaan, antara tahun 1839-1871 M. Tokoh-tokoh penting Tanzimat antara lain : Mustafa Rasyid Pasya, Mustafa Sami, Mehmed Sadek Rif’at Pasya dan Ali Pasya seperti yang dijelaskan berikut ini :
Mustafa Rasyid Pasya (1880-1858). Pemuka utama dari pembaharuan di zaman Tanzimat ialah  Mustafa Rasyid Pasya, ia lahir di Istanbul pada tahun 1800, berpendidikan Madrasah kemudian menjadi pegawai pemerintah. Mustafa Rasyid Pasya pada tahun 1034 diangkat menjadi Duta Besar untuk daerah Perancis, selain itu ia juga pernah diangkat menjadi Duta Besar Kerajaan Utsmani di beberapa negara lain. Setelah itu ia dipanggil pulang untuk menjadi Menteri Luar Negeri dan pada akhirnya ia diangkat menjadi Perdana Menteri. Usaha pembaharuannya yang terpenting ialah sentralisasi pemerintahan dan modernisasi angkatan bersenjata pada tahun 1839.
Mustafa Sami Pasya (wafat 1855). Mustafa Sami Pasya mempunyai banyak pengalaman di luar negeri antara lain di Roma, Wina, Berlin, Brussel, London, Paris dan negara lainnya sebagai pegawai dan duta. Menurut pendapat Mustafa Sami Pasya, kemajuan bangsa Eropa terletak pada keunggulan mereka dalam lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab lain dilihatnya karena toleransi beragama dan kemampuan orang Eropa melepaskan diri dari ikatan-ikatan agama, di samping itu pula pendidikan universal bagi pria dan wanita sehingga umumnya orang Eropa pandai membaca dan menulis.
Mehmed Sadik Rif’at Pasya. Seorang pemuka tanzimat lain yang pemikirannya lebih banyak diketahui orang adalah Mehmed Sadik Rif’at Pasya yang lahir pada tahun 1807 dan wafat tahun 1856 M. Pendidikannya selesai di madrasah, ia melanjutkan pelajaran ke sekolah sastra, yang khusus diadakan untuk calon-calon pegawai istana. Tahun 1834 ia diangkat menjadi Pembantu Menteri Luar negeri, tiga tahun kemudian ia diangkat menjadi Menteri Luar Negeri dan selanjutnya Menteri Keuangan. Pokok-pokok pemikiran dan pembaharuannya ialah Sultan dan pembesar-pembesar negara harus tunduk pada undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya. Negara harus tunduk pada hokum (negara hukum), kodifikasi hukum, administrasi, pengaturan hak dan kewajiban rakyat, reorganisasi, angkatan bersenjata, pendidikan dan keterampilan serta dibangunnya Bank Islam Utsmani pada tahun 1840. Ide-ide yang dicetuskan Sadik Rif’at pada zaman itu merupakan hal baru karena orang tidak mengenal peraturan, hukum, hak dan kebebasan. Ketika itu petani lebih banyak menjadi budak bagi tuan tanah dan rakyat budak bagi Sultan. Pemikiran Sadik Rif’at sejalan dengan pemikiran Mustafa Rasyid Pasya yang pada masa itu mempunyai kedudukan sebagai Menteri Luar Negeri.
Ali Pasya (1815-1871). Beliau lahir pada tahun 1815 di Istanbul dan wafat tahun 1871, anak dari seorang pelayan toko. Dalam usia 14 tahun ia sudah diangkat menjadi pegawai. Tahun 1840 diangkat menjadi Duta Besar London dan sebelum menjadi Duta Besar ia sering kali menjadi staf Perwakilan Kerajaan Utsmani di berbagai negara Eropa dan di tahun 1852 ia menggantikan kedudukan Rasyid Pasya sebagai Perdana Menteri. Usaha pembaharuannya antara lain : tentang pengakuan semua aliran spiritual pada masa itu, jaminan melaksanakan ibadahnya masing-masing, larangan memfitnah karena agama, suku dan bahasa, jaminan kesempatan belajar, sistem peradilan dan lain-lainnya.
Pembaharuan yang dilaksanakan oleh tokoh-tokoh pembaharuan di zaman Tanzimat tidaklah seluruhnya mendapat dukungan bahkan mendapat kritikan baik dari dalam atau di luar Kerajaan Utsmani karena gerakan-gerakan tanzimat untuk mewujudkan pembaharuan didasari oleh pemikiran liberalisme Barat dan meninggalkan pola dasar syariat agama, hal ini salah satu sebab yang utama sehingga gerakan tannzimat mengalami kegagalan dalam usaha pembaharuannya.
Usman Muda    
Sebagaimana dikatakan bahwa pembaharuan yang diusahakan dalam Tanzimat belumlah mendapat hasil sebagaimana yang diharapkan, bahkan mendapat kritikan-kritikan dari luar kaum cendekiawan. Kegagalan oleh Tanzimat dalam mengganti konstitusi yang absolut merupakan cambuk untuk usaha-usaha selanjutnya. Untuk mengubah kekuasaan yang absolut maka timbullah usaha atau gerakan dari kaum cendikiawan melanjutkan usaha-usaha Tanzimat. Gerakan ini dikenal dengan Young Ottoman-Yeni Utsmanilar (Gerakan Utsmani Muda) yang didirikan pada tahun 1865.
Utsmani Muda pada asalnya merupakan perkumpulan manusia yang didirikan di tahun 1865 dengan tujuan untuk mengubah pemerintahan absolut kerajaan Utsmani menjadi pemerintahan konstitusional. Setelah rahasia terbuka pemuka-pemukanya lari ke Eropa di tahun 1867 dan di sanalah gerakan mereka memperoleh nama Utsmani Muda. Para tokoh Utsmani Muda banyak yang melakukan gerakan rahasia dalam menentang kekuasaan absolut Sultan. Namun sikap politik mereka itu akhirnya diketahui oleh Sultan. Akhirnya mereka banyak yang pergi ke Eropa dan di sana mereka menyusun kekuatan. Maka setelah situasi Turki aman kembali, mereka pun banyak yang pulang ke tanah air dan meneruskan cita-cita mereka, terutama tentang ide-ide pembaharuan.
Beberapa tokoh dari gerakan itu membawa angin baru tentang demokrasi dan konstitusional pemerintahan yang menjunjung tinggi kekuasaan rakyat bukan kekuasaan absolut. Diantara tokoh itu ialah : Zia Pasya, Nanik Kemal, dan Midhat Pasya.
Zia Pasya Zia Pasya lahir pada tahun 1825 di Istambul dan meninggal dunia pada tahun 1880. Ia anak seorang pegawai Kantor Beacukai di Istanbul. Pendidikannya setelah selesai sekolah di Sulaemaniye yang didirikan Sultan Mahmud II dalam usia muda dia diangkat menjadi pegawai pemerintah, kemudian atas usaha Mustafa Rasyid Pasya pada tahun 1854 ia diterima menjadi salah seorang sekretaris Sultan. Disinilah ia dapat mengetahui tentang sistem dan cara Sultan memerintah dengan otoriter. Untuk keperluan tugas barunya, ia mempelajari bahasa Perancis dan dalam waktu yang singkat ia menguasai dan dapat menerjemahkan buku-buku Perancis ke dalam bahasa Turki. Karena terjadi kesalah-pahaman dengan Ali Pasya maka ia pergi ke Eropa pada tahun 1867 dan tinggal disana selama lima
Namik Kemal. Beliau termasuk pemikir terkemuka dari Utsmani Muda, lahir pada tahun 1840 di Tekirdag. Dia berasal dari keluarga ningrat. Orangtuanya menyediakan pendidikan di rumah di samping pelajaran bahasa Arab, Persia, juga diberikan bahasa Perancis. Oleh karena itu, dalam usia yang sangat muda ia sudah menguasai berbagai bahasa. Dalam usia belasan tahun dia diangkat menjadi pegawai kantor penerjemah dan kemudian dipindahkan menjadi pegawai di istana Sultan. Namik Kemal banyak dipengaruhi oleh pemikiran Ibrahim Sinasih (1826-1871) yang berpendidikan Barat dan banyak mempunyai pandangan modernisme. Nanik mempunyai jiwa Islami yang tinggi, sehingga walaupun ia dipengaruhi pemikiran Barat namun masih menjunjung tinggi moral Islam dalam ide-ide pembaharuannya.
Menurutnya Turki saat ini mundur karena lemahnya politik dan ekonomi. Untuk bisa memajukan ekonomi dan politik Turki harus ada perubahan dalam sistem pemerintahan. Untuk mewujudkan sistem pemerintahan yang ideal, penguasa harus menjunjung tinggi kepentingan rakyat. Karena kepentingan rakyat menjadi asas negara, maka negara mesti demokratis, yaitu pemerintahan yang didasarkan atas dukungan dan kepentingan. Yang dikehendaki oleh Nanik Kemal adalah pemerintahan demokrasi dan pemerintahan serupa ini menurut pendapatnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Negara Islam yang dibentuk dan dipimpin oleh empat khalifah besar, sebenarnya mempunyai corak demokrasi. Sistem bai’ah yang terdapat dalam pemerintahan Khalifah pada hakikatnya merupakan kedaulatan rakyat. Melalui bai’ah rakyat menyatakan persetujuan mereka atas pengangkatan khalifah yang baru. Dengan demikian bai’ah merupakan kontrak sosial dan kontrak yang terjadi antara rakyat dan khalifah itu dapat dibatalkan jika khalifah mengabaikan kewajiban-kewajibannya sebagai Kepala Negara.
Turki Muda   
Setelah dibubarkannya parlemen dan dihancurkannya gerakan Utsmani Muda, maka Sultan Abdul Hamid memerintah dengan kekuasaan yang lebih absolut. Kebebasan berbicara dan menulis tidak ada. Dalam suasana yang demikian timbullah gerakan oposisi terhadap pemerintah yang obsolut Sultan Abdul Hamid sebagaimana halnya di zaman yang lalu dengan Sultan Abdul Aziz. Gerakan oposisi dikalangan perguruan tinggi, mengambil bentuk perkumpulan rahasia, di kalangan cendekiawan dan pemimpin-pemimpinnya lari ke luar negeri dan disana melanjutkan oposisi mereka dan gerakan di kalangan militer menjelma dalam bentuk komite-komite rahasia. Oposisi berbagai kelompok inilah yang kemudian dikenal dengan nama Turki Muda.
Tokoh-tokoh Turki Muda, antara lain adalah Ahmad Riza (1859-1930), Mehmed Murad (1853-1912) dan Pangeran Sahabuddin (1887-1948).
Ahmad Riza Ahmad Riza adalah anak seorang bekas anggota parlemen bernama Injilis Ali. Dalam pendidikannya ia sekolah di pertanian untuk kelak dapat bekerja dan berusaha mengubah nasib petani yang malang dan studinya ini diteruskan di Perancis sekembalinya ia dari perancis ia bekerja di Kementerian Pertanian, tapi ternyata hubungan pemerintah dengan petani yang miskin sedikit sekali, karena kementerian itu lebih disibukkan dengan birokrasi. Kemudia ia pindah ke Kementerian Pendidikan namun disini juga disibukkan dengan birokrasi tapi kurang disibukkan dengan pendidikan.
Pembaharuan yang dilakukan oleh Ahmad Riza antara lain adalah ingin mengubah pemerintahan yang absolut kepada pemerintahan konstitusional. Karena menurutnya akan menyelamatkan Kerajaan Utsmani dari keruntuhan adalah melalui pendidikan dan ilmu pengetahuan positif dan bukan dengan teologi atau metafisika. Adanya dan terlaksananya program pendidikan yang baik akan berhajat pada pemerintahan yang konstitusional.
Mehmed Murad (1853-1912). Mehmed Murad berasal dari Kaukasus dan lari ke Istanbul pada tahun 1873 yakni setelah gagalnya pemberontakan Syekh Syamil di daerah itu. Ia belajar di Rusia dan di sanalah ia berjumpa dengan ide-ide Barat, namun pemikiran Islam berpengaruh pada dirinya.
Ia berpendapat bahwa bukanlah Islam yang menjadi penyebab mundurnya Kerajaan Utsmani dan bukan pula rakyatnya, namun sebab kemunduran itu terletak pada Sultan yang memerintah secara absolut. Oleh karena itu, menurutnya kekuasaan Sultan harus dibatasi. Dalam hal ini dia berpendapat bahwa musyawarah dalam Islam sama dengan konstitusional di dunia Barat. Ia mengusulkan didirikan satu Badan Pengawas yang tugasnya mengawasi jalannya undang-undang agar tidak dilanggar oleh pemerintah. Di samping itu diadakan pula Dewan syariat agung yang anggotanya tersusun dari wakil-wakil negara Islam di Afrika dan Asia dan ketuanya Syekh Al-Islam Kerajaan Utsmani.
D.  Kemunduran Kerajaan Turki Utsmani
Kehancuran imperium Utsmani merupakan transisi yang lebih komplek dari masyarakat Islam imperial abad 18. Menjadi negara-negara nasional modern, rezim Utsmani menguasai wilayah yang sangat luas, meliputi Balkan, Turki, Timur Tengah, Mesir dan Afrika Utara, dan pada abad ke-19, secara substansial Utsmani memperbaiki kekuasaan pemerintah pusat, mengkonsolidasikan kekuasaannya atas beberapa propinsi dan melancarkan reformasi ekonomi, sosial, dan kultural yang dengan kebijakan tersebut mereka berharap dapat menjadikan rezim Utsmani mampu bertahan di dunia modern.
Kemunduran Turki Utsmani terjadi setelah wafatnya Sulaiman Al-Qonuni. Hal ini disebabkan karena banyaknya kekacauan yang terjadi setelah Sultan Sulaiman meninggal diantaranya perebutan kekuasaan antara putera beliau sendiri. Para pengganti Sulaiman sebagian besar orang yang lemah dan mempunyai sifat dan kepribadian yang buruk. Juga karena melemahnya semangat perjuangan prajurit Utsmani yang mengakibatkan kekalahan dalam mengahadapi beberapa peperangan. Ekonomi semakin memburuk dan system pemerintahan tidak berjalan semestinya. Selain faktor diatas, ada juga faktor-faktor yang menyebabkan kerajaan Utsmani mengalami kemunduran, diantaranya adalah :
Wilayah Kekuasaan yang Sangat Luas
Perluasan wilayah yang begitu cepat yang terjadi pada kerajaan Utsmani, menyebabkan pemerintahan merasa kesulitan dalam melakukan administrasi pemerintahan, terutama pasca pemerintahan Sultan Sulaiman.
Heterogenitas Penduduk
Sebagai kerajaan besar, yang merupakan hasil ekspansi dari berbagai kerajaan, mencakup Asia kecil, Armenia, Irak, Siria dan negara lain, maka di kerajaan Turki terjadi heterogenitas penduduk. Dari banyaknya dan beragamnya penduduk, maka jelaslah administrasi yang dibutuhkan juga harus memadai dan bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka. Akan tetapi kerajaan Utsmani pasca Sulaiman tidak memiliki administrasi pemerintahan yang bagus di tambah lagi dengan pemimpinpemimpin yang berkuasa sangat lemah dan mempunyai perangai yang jelek.
Kelemahan para Penguasa
Setelah sultan Sulaiman wafat, maka terjadilah pergantian penguasa. Penguasa-penguasa tersebut memiliki kepribadian dan kepemimpinan yang lemah akibatnya pemerintahan menjadi kacau dan susah teratasi.
Budaya Pungli
Budaya ini telah meraja lela yang mengakibatkan dekadensi moral terutama dikalangan pejabat yang sedang memperebutkan kekuasaan (jabatan).
Pemberontakan Tentara Jenissari
Pemberontakan Jenissari terjadi sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1525 M, 1632 M, 1727 M dan 1826 M. Pada masa belakangan pihak Jenissari tidak lagi menerapkan prinsip seleksi dan prestasi, keberadaannya didominasi oleh keturunan dan golongan tertentu yang mengakibatkan adanya pemberontakan-pemberontakan.
Merosotnya Ekonomi
Akibat peperangan yang terjadi secara terus menerus maka biaya pun semakin membengkak, sementara belanja negara pun sangat besar, sehingga perekonomian kerajaan Turki pun merosot.

BAB III
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Dari penjelasan dan uraian diatas perjalanan Islam pada masa turki Utsmani periode 1500-1700  dapat disimpulkan sebagai berikut:
Nama kerajaan Utsmani diambil dari nama Sultan pertama bernama Usman. Beliau dengan gigihnya meneruskan cita-cita ayahnya sehingga dapat menguasai suatu wilayah yang cukup luas dan dapat dijadikan sebuah kerajaan yang kuat. Bangsa Turki Utsmani berasal dari suku Qoyigh, salah satu kabilah Turki yang amat terkenal. Pada abad ke-13 mereka mendapat serangan dari bangsa Mongol. Akhirnya mereka mencari perlindungan dari saudaranya, yaitu Turki Seljuk. Dibawah pemerintahan Ortoghul, mereka mengabdikan diri kepada Sultan Alaudin yang sedang melawan Bizantium. Karena bantuan mereka, Sultan Alaudin dapat mengalahkan Bizantium. Kemudian Sultan Alaudin memberi imbalan tanah di Asia Kecil yang berbatasan dengan Bizantium. Setelah Sultan Alaudin wafat (1300 M), orang-orang Turki segera memproklamirkan kerajaan Turki Utsmani dengan Usman I sebagai sultannya.  
Dari perkembangan yang sangat baik itu maka Turki Utsmani mengalami kemajuankemajuan yang mendukung sekali dalam pemerintahannya diantaranya:
a. Dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan. Turki mempunyai militer yang sangat kuat dan siap bertempur kapan dan dimana saja. Di bidang urusan pemerintahan dibuat undang-undang yang berguna untuk mengatur urusan pemerintahan di Turki Utsmani.
b.          Dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Budaya. Turki kaya akan kebudayaan, karya telah terjadi akulturasi budaya antara Arab, Persia dan Bizantium. Akan tetapi dalam bidang ilmu pengetahuan Turki Utsmani tidak begitu menonjol karena terlalu berfokus pada bidang kemiliteran.
c.           Dalam Bidang Keagamaan. Peranan agama di Turki Utsmani sangatlah besar terutama dalam tradisi masyarakat. Mufti/Ulama' menjadi pejabat tinggi dalam urusan agama dan berwenang memberi fatwa resmi terhadap problem keagamaan yangdihadapi masyarakat.  




DAFTAR PUSTAKA

Albert Hourani, Sejarah Bangsa-Bangsa Muslim, Mizan, Bandung, 2004.
Ali, Syed Amir, Api Islam, Jakarta: Bulan Bintang. 1978
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1993.
Gustave E. Von G., Islam Kesatuan dalam Beragama, Yayasan Obor Indonesia dan LSI, Jakarta.
Hamka, Sejarah Umat Islam, III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981)
Hitti, Philip K. History of the Arabs London, McMillan, 1970
Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Al Nadwi, Abu-Al Hasal Ali, Islam Membangun Peradaban Dunia, (Jakarta: Pustaka Jaya, Djambatan, 1988)
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, Logos, Jakarta, 1997.
Toprak, Binnaz, Islam and Political Development in Turkey, (Leiden:W.J.Brill, 1981)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar